Bertasawuf Yang Benar
Dua orang ulama besar pernah hidup pada satu zaman. Keduanya
dikenal sebagai ahli fiqih dan sekaligus ahli makrifat. Yang satu bernama Syech
Sofyan Al-Tsawri. Ia dikenal sebagai pendiri mazhab fiqih besar di zamannya;
tetapi dalam perkembangan zaman, fiqihnya kalah populer dengan fiqih-fiqih yang
lain, satunya lagi adalah Imam Ja’far Al- Shadiq, salah satu di antara
“bintang” cemerlang dalam silsilah tarikat.
Pada suatu hari Syech Sofyan Al-Tsawri mendatangi Imam
Ja’far Al-Shadiq dan di dapatinya Imam Ja’far dalam pakaian yang indah
gemerlap, hingga tampak bagi Al-Tsawri sangat mewah. Ia merasa, Imam yang
terkenal sangat salih dan zahid, tidak pantas untuk memakai pakaian seperti
itu. Ia berkata, “Busana ini bukanlah pakaianmu!”. Imam Jakfar Al-Shadioq menimpali
ucapan Al-Tsawri dengan berkata, “Dengarkan aku dan simak apa yang akan aku
katakan padamu. Apa yang akan aku ucapkan ini, baik bagimu sekarang dan pada
waktu yang akan datang, jika kamu ingin mati dalam sunnah dan kebenaran, dan
bukan mati di atas bid’ah. Aku beritakan padamu, bahwa Rasulullah saw hidup
pada zaman yang sangat miskin. Ketika kemudian zaman berubah dan dunia datang,
orang yang paling berhak untuk memanfaatkannya adalah orang-orang salih, bukan
orang-orang yang durhaka; orang-orang mukmin, bukan orang-orang munafik;
orang-orang Islamnya bukan orang-orang kafirnya. Apa yang akan kau ingkari, hai
Al- Tsawri? Demi Allah, walaupun kamu lihat aku dalam keadaan seperti ini sejak
pagi hingga sore, jika dalam hartaku ada hak yang harus aku berikan pada
tempatnya, pastilah aku sudah memberikannya semata-mata karena Allah.”