KEKUATAN SEDEKAH
Ahmad
Zain An Najah,MA *
Allah berfirman :
لَن
تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن
شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ“
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “ Q.S 3: 92
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas,
diantaranya adalah :
( 1 ) TEORI KEKEKALAN ENERGI
Pada ayat di atas, Allah swt meletakkan suatu kaidah
yang sangat penting sekali di dalam kehidupan manusia. Kaidah tersebut adalah “
bahwa manusia ini tidak akan mendapatkan kebahagian dan keberhasilan di
dalam kehidupannya baik sewaktu di dunia ini maupun di akherat nanti, kecuali
jika ia mau mengorbankan apa yang dicintainya demi kehidupan manusia itu
sendiri. “
Hal itu sangat terlihat jelas pada ayat di atas. Kita
dapatkan di dalamnya, bahwa Allah swt memberikan syarat bagi setiap manusia
yang ingin mendapatkan kebaikan -dan tentunya keberhasilan – untuk terlebih
dahulu memberikan kepada orang lain sesuatu yang dicintainya, yang kemudian
kita kenal dengan istilah infak dan sedekah
Infak dan
sedekah ini benar-benar mempunyai pengaruh yang sangat signifikan atau bahkan
sangat dahsyat di dalam kehidupan manusia ini. Tidak ada seorang-pun di dunia yang
berhasil dalam bidang apapun juga, kecuali dia telah mengorbankan apa yang
dicintainya demi mencapai sebuah cita-cita yang diidam-idamkannya. Teori atau
kaidah yang diletakkan Allah tersebut, pada akhir-akhir ini ternyata
mendapatkan sambutan yang begitu hebat dari kalangan para pakar psikologi dan
orang-orang yang bergelut di dalam management dan pengolahan SDM ( Sumber Daya
Manusia ) . Mereka menyebut kaidah ini dengan « Teori Kekekalan Energi « .
Mereka percaya bahwa energi atau amal perbuatan baik yang dikerjakan manusia
tidak hilang dari alam ini, akan tetapi berubah bentuk [1].
Lihat umpamanya apa yang dinyatakan oleh John F.
Kennedy ( 1961 ) : “ Apabila suatu masyarakat-bebas tidak dapat membantu banyak
orang yang miskin, masyarakat tersebut akan gagal menyelamatkan sedikit orang
kaya “ [2]
Perkembangan tersebut semakin membuktikan akan
kebenaran Al Qur’an ini dan bahwa Al Qur’an ini adalah solusi alternatif di
dalam mengentas problematika-problematika kehidupan manusia.
( 2 ) ANTARA IMSAK DAN INFAK
Berkata Hasan Basri : “ Sesungguhnya kalian tidak akan
bisa meraih apa yang anda inginkan kecuali kalau kalian mampu meninggalkan
sesuatu yang menyenangkan , dan kalian tidak akan mendapatkan apa yang kalian
cita-citakan kecuali dengan bersabar dengan sesuatu yang kaliantidak senangi “ [3]
Perkataan Hasan Basri di atas telah memberikan isyarat
bagi kita tentang tata cara menapak tangga-tangga prestasi. Beliau memberikan
dua jalan untuk mencapai sebuah prestasi yaitu dengan : Imsak ( Menahan
Diri dari hal-hal yang melalaikan ) dan Infak ( Mengorbankan/
menginfakkan apa yang dicintainya ) .
Untuk Infak telah disebutkan pada ayat 10 dari
Surat Ali Imran di atas. Adapun Imsak disebutkan Allah pada ayat lain,
yaitu dalam surat Al Nazi’at, ayat : 37- 41 : « Adapun orang yang melampaui
batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia maka sesungguhnya nerakalah
tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah
tempat tinggal(nya ( Al Nazi’at, ayat : 37- 41 «)
( 3 ) SYAREAT BANI ISRAIL DAN SYAREAT ISLAM
Dari sisi pembinaan yang tersirat dari ayat di atas
adalah : seseorang hendaknya membiasakan diri untuk meninggalkan sesuatu yang
ia cintai, sekaligus untuk memberikannya kepada yang lebih membutuhkan. Selain
bermanfaat bagi dirinya sendiri, karena jiwanya menjadi bersih, begitu juga
bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi
pada umat Bani Israel, jika mereka diperintahkan untuk meninggalkan sesuatu
yang mereka cintai, mereka hanya meninggalkannya begitu saja, tanpa diiringi
perintah untuk memberikannya kepada orang lain. Dari sini, bisa diketahui
betapa lengkap dan mulianya ajaran Islam yang kita yakini ini. [4].
(3 ) ARTI “ AL BIRR ‘ PADA AYAT DI ATAS
Diantara arti « Al Birr « yang disebutkan para
ulama adalah :
- Pahala dari Allah swt .
- Syurga . [5
- Amal Sholeh , dalam suatu hadits disebutkan : « Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membawa kalian kepada ( Al Birr ) - yaitu amal sholeh - Sedangkan Al Birr ( amal sholeh ) tersebut akan mengantarkan kalian kepada syurga . «
- Ketaqwaan dan Ketaatan . [6]
- Tingkatan amal sholeh yang paling tinggi [7]
- Diantara para ulama ada yang membedakan antara ( Al Birr) dengan ( Al Khoir ) , kalau Al Birri adalah segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi orang lain , sedangkan Al Khoir adalah seluruh kebaikan. [8]
Dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa « Al Birr «
segala sesuatu yang mengantarkan seseorang kepada kebaikan dan syurga. Dengan
demikian ayat tersebut bisa diartikan : « Bahwa kalian semua tidak akan
mendapatkan ketenangan, ketentraman ,kebaikan, kebahagian di dunia dan akherat
kecuali dengan menginfakkan apa yang kalian cintai di jalan Allah swt.
( 4 ) SEDEKAH MELIPUTI SELURUH AMAL SHOLEH
Ibnu Umar ra berpendapat bahwa sedekah / infak pada
ayat di atas mencakup sedekah/ infaq wajib dan sedekah tathowu’ ( yang
tidak wajib ) .
Tetapi, menurut hemat saya, infak atau sedekah di atas
mencakup seluruh amal sholeh yang bermanfaat bagi orang lain, seperti membantu
orang yang kesusahan, dl, . Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang disebutkan
Ibnu Al Arabi di dalam Ahkam Al Qur’an ‘ bahwa sedekah di atas meliputi seluruh
amal perbuatan baik , kemudian beliau mengatakan : « Inilah pendapat yang
benar, karena ayat di atas bersifat umum « [9]
Pendapat ini dikuatkan juga dengan sebuah hadist bahwasanya
Rosulullah saw bersabda : « Setiap perbuatan baik yang bermanfaat bagi orang
lain adalah sedekah « . [10]
Diantara contoh- contoh sedekah yang berupa amal sholeh
yang bermanfaat bagi orang lain adalah sebagai berikut :
- Bertasbih , bertakbir , bertahmid dan bertahlil – Para ulama menyebutkan bahwa amalan di atas disebut sedekah karena pahala orang yang mengerjakannya sebagaimana pahala orang yang bersedekah, atau karena amalan tersebut membuatnya bersedkah pada dirinya sendiri. [11]
- Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar – Setiap kali seseorang berbuat Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar ,maka dihitung satu sedekah. Amalan ini jauh lebih mulia dan lebih utama , serta pahalanya lebih banyak dibanding dengan amalan yang pertama, karena yang pertama ( tasbih dst ) hukumnya sunnah sedangkan yang kedua ( amar ma’ruf dst ) hukumnya fardhu kifayah dan kadang berubah menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana telah diketahui bahwa pahala amalan wajib jauh lebih besar dibanding dengan pahala amalan yang sunnah. Bahkan Imam Haramain , salah seorang ulama besar dari kalangan Madzhab Syafi’i mengatakan : « Pahala amalan wajib lebih utama sebanyak tujuh puluh ( 70 ) derajat diatas amalan sunnah«.[12] Beliau merujuk pada hadist Qudsi bahwasanya Allah swt berfirman : « Tidak ada dari amalan hamba-Ku yang lebih Aku cintai dari pada amalan yang Aku wajibkan kepada-nya « [13]Selain itu Amar Ma’ruf Nahi mungkar manfaatnya bisa dirasakan orang banyak sedangkan tasbih dan tahmid manfaatnya hanya dirasakan dirinya sendiri.
- Menyalurkan Syahwatnya pada tempat yang halal. – Para ulama menyebutkan bahwa hal-hal yang mubah bisa berubah menjadi sebuah ibadah dan ketaatan hanya dengan niat yang baik. Jika seseorang menyalurkan syahwatnya pada tempat yang halal dan berniat melaksanakanperintah Allah untuk menggauliistrinya dengan baik, atau mengharap anak yang sholeh, atau untuk menjaga dirinya dan istrinya dari perbuatan haram, maka terhitung ibadah yang mendapatkan pahala dari Allah swt. [14]
- Beristighfar
- Menyingkirkan batu atau duri atau hal-hal lain yang membahayakan orang lain dari jalan.
- Membantu orang yang kesusahan.
- Tidak mengerjakan maksiat atau kejahatan.
- Membantu orang lain mengangkat barang ke atas kuda atau mobil.
- Berbicara baik dan sopan.
- Berjalan menuju masjid . [15]
( 5 ) SIKAP PARA SAHABAT DAN ORANG-ORANG SHOLEH
TERHADAP AYAT DI ATAS
Para sahabat dan orang-orang sholeh menafsirkan ayat di
atas secara dhohir-nya ( apa adanya ) kemudian mengamalkannya.[16] Berikut ini beberapa contoh dari sikap tersebut :
1/ Abu Tolhah.
Menurut Anas bin Malik ra bahwa Abu Tolhah ra adalah
orang Anshor yang paling banyak memilki pohon kurma di Madinah. Harta yang
paling ia sukai adalah perkebunan “ Bairuha’ “ [17] yang letaknya di depan Masjid Nabawi. Nabi Muhammad
saw sering masuk ke dalamnya sambil minum air yang terdapat di dalamnya.
Ketika ayat di atas turun, Abu Tolhah datang kepada
Rosulullah saw seraya berkata : “ Sesungguhnya harta yang paling aku cintai
adalah perkebunan “ Bairuha’ “ ini , dan saya sedekahkan untuk Allah,
saya mengharapkan kebaikannya di sisi Allah, maka silahkan wahai Rosulllah
engkau letakkan pada tempat yang engkau pandang sesuai. Berkata Rosulullah saw
: “ Bakhin-bakhin[18] ( Bagus-bagus ) … inilah harta yang
membawa keuntungan, inilah harta yang membawa keuntungan, dan saya telah
mendengarnya, sebaiknya engkau berikan kepada saudara-saudara kamu “ .
Berkata Abu Tolhah : Akan saya laksanakan hal itu wahai
Rosulullah saw . Kemudian Abu Tolhah membagikan taman tersebut kepada pra sanak
saudanya. “[19]
2/ Zaid bin Haritsah.
Pada suatu hari, Zaid bin Haritsah ra datang kepada
Rosulullah dengan kuda perangnya yang bernama “ sabal “ ( kuda ini
adalah harta yang paling dicintai-nya ) .
Zaid berkata : Wahai Rosulullah saw, sedekah-kanlah
kuda ini . Tetapi secara tidak disangka Rosulullah saw memberikan kuda tersebut
kepada anak-nya ( Zaid ) sendiri yaitu Usmah bin Zaid. Melihat hal tersebut,
Zaid bertanya : “ Wahai Rosulullah saw, maksud saya, agar kuda tersebut disedekahkan
. “ Bersabda Rosulullah saw : “ Sedekah kamu telah diterima ( oleh Allah swt “ [20]
3/ Abdullah bin Umar
Berkata Abdullah bin Umar : “ Ketika saya teringat ayat
ini, saya berpikir tentang harta yang paling saya cintai dan ternyata saya
dapatkan bahwa tidak ada yang paling saya cintai dari seorang budak wanita
Romawi, kemudian segera saya bebaskan demi mencari ridha Allah, seandainya aku
ambil lagi sesuatu yang telah saya infakkan di jalan Allah,tentunya budak
tersebut akan aku nikahi. “ [21]
(6 ) SEDEKAH YANG PALING UTAMA
Sedekah yang paling utama adalah menginfakkan harta
yang paling dicintainya di jalan Allah, sebagaimana yang dikerjakan oleh para
sahabat di atas.
Berkata ‘Atho’ ( seorang ulama tabi’in ) : “ Kalian
tidak akan mendapatkan kemulian Islam dan Taqwa sehingga kalian bersedekah
dalam keadaan sehat , ingin hidup secara baik dan takut tertimpa kemiskinan “ [22]
Perkataan Atho’ diatas menunjukkan bahwa fitrah manusia
mencintai hal-hal yang membuatnya enak
( 7) HUKUM ORANG MISKIN YANG TIDAK PERNAH BERINFAK
Timbul sebuah pertanyaan : Bagaimana nasib orang miskin
yang tidak mampu berinfak , apakah dia tidak akan menjadi orang baik
selama-lamanya menurut ayat ini ? Di sana ada beberapa jawaban :
1/ Ayat di atas bermaksud untuk mendorong seseorang
agar berbuat baik dan itupun menurut kemampuannya masing-masing ,karena Allah
tidak akan membebani seseorang kecuali menurut kemampuannya.
2/Ataupun arti ayat di atas bahwa seseorang tidak akan
mendapatkan kebaikan secara lebih sempurna kecuali kalau dia meng-infakkan apa
yang dimilikinya. [23] Oleh karena itu, seorang yang miskin atau fakir
tidak akan mendapatkan kebaikan yang sempurna tersebut sehingga dia menginfakkan
apa yang ia cintai. Bukankah sedekah yang paling utama adalah sedekahnya orang
yang hidupnya kekurangan ? [24]
3/ Ataupun artinya bahwa infak yang baik adalah infak
terhadap apa yang ia cintai. [25]
( 8 ) PERBANDINGAN ANTARA ORANG YANG MISKIN SABAR
DENGAN ORANG KAYA YANG BERSYUKUR
Para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini.
Akan tetapi jika dibandingkan antara seorang miskin yang taat dengan orang kaya
yang maksiat tentunya, orang miskin terssebut jauh lebih utama, sebaliknya pula
antara orang kaya yang taat dengan orang miskin yang senang dengan
dunia,tentaunya orang kaya tersebut jauh lebih utama.
Jika kedua-duanya sama-sama taat kepada Allah swt, maka
manakah yang lebih mulia. Untuk menjawabnya, kita harus terlebih dahulu
mengetahui standar keutamaan antara keduanya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia diciptakan di
dunia ini untuk beribadah kepada Allah swt. Di dalam beribadah ini banyak
segala gangguan dan halangannya, diantara gangguan yang paling menyolok adalah
terikatnya hati dengan dunia dengan segala kesenangannya. Begitu juga
kemiskinan bukanlah tujuan utama, hanya karena gangguan dan halangan menuju
Allah jauh lebih kecil jika dibanding dengan orang yang memiliki dunia. [26]
( 9 ) HUKUM SEDEKAH KEPADA SANAK KELUARGA
Sedekah dibagi menjadi dua : sedekah tathowu’ (
yang tidak wajib ) dan sedekah wajib . Untuk sedekah tathowu’, para ulama
menyimpulkan dari kisah Abu Tolhah dan Zaid bin Haritsah di atas, bahwa
seseorang dibolehkan, bahkan dianjurkan untuk bersedekah kepada sanak saudara
yang membutuhkan[27]. Sedekah kepada sanak saudara ini , paling tidak mempunyai
dua keistimawaan :
1/ Sedekah tersebut bisa menguatkan jalinan silaturahmi
diantara keluarga. Karena manusia akan merasa senang jika ada seseorang yang
membantunya untuk di dalam memnuhi kebutuhannya, apalagi yang membantu tersebut
adalah dkeluarga dekatnya. Dia akan merasa bangga mempunyai keluarga yang mau
memperhatikan satu dengan yang lainnya. Jelas hal ini akan menguatkan hubungan
antar keluarga.
2/ Begitu juga, perasaan orang yang menginfakkan akan
lebih tenang dan merasa senang, karena dia mampu membantu saudaranya yang
membutuhkan. Dia juga merasa tenang karena sedekahnya telah diterima oleh orang
yang berhak menerimanya. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dua wanita
yaitu Zainab istri Abdullah bin Mas’ud dan Zainab istri Abu Mas’ud bertanya
kepada Rosulullah saw tentang sedekah kepada suami dan anak . Rosulullah saw
bersabda : “ Keduanya mempunyai dua pahala ; pahala menjalin silatrahmi, dan
pahala sedekah “ [28]
Adapun sedekah wajib, para ulama telah sepakat bahwa
hal itu tidak boleh diberikan kepada orang yang menjadi tanggungannya, seperti
anak dan istri.
Kenapa tidak boleh ? Banyak alasannya, diantaranya
adalah : 1/ Dengan mengambil sedekah wajib dari orang yang menanggungnya ,
mereka ( anak dan istri ) menjadi orang yang berkecukupan, dengan demikian,
tidaklah perlu mereka diberi nafakah lagi .
2/ Mereka ( anak dan istri ) sudah cukup dengan nafakah
yang diberikan suami atau orang tua mereka, sehingga tidak berhak lagi
mendapatkan harta sedekah, karena harta sedekah ( wajib ) hanya diberikan
kepada orag-orang yang membutuhkan. [29]
Jika ada pertanyaan : bagaimana hukum seorang istri
memberikan sedekah wajib kepada suami dan anak ?
Jawabannya : bahwa para ulama dalam hal ini masih
berselisih pendapat , akan tetapi pendapat yang lebih mendekati kebenaran bahwa
hal itu dibolehkan, karena seorang istri tidak berkewajiban memberikan nafkah
kepada suami dan anaknya [30] , selain itu dikuatkan juga dengan hadits Zaenab
istri Abdullah bin Mas’ud di atas.
Dari situ juga bisa diambil kesimpulan bahwa seorang
istri jika ingin meninfakkan hartanya tidak perlu ijin kepada suaminya, karena
hartanya merupakan haknya pribadi. [31]
Hadist di atas juga menunjukkan bahwa seseorang sebelum
bersedekah dianjurkan untuk meminta pendapat para ulama dan tokoh masyarakat
tentang bagaimana menaruh sedekah dan yang terkait dengannya. [32]
(10 ) BERINFAK SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI
Secara umum, bersedekah secara sembunyi-sembunyi jauh
lebih utama jika dibanding dengan sedekah secara terang-terangan, kecuali jika
disana ada maslahat yang menuntut seseorang untuk memperlihatkan sedekahnya
kepada orang lain, seperti memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dan
lain-lainnya. Karena sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih dekat kepada
keikhlasan .
Pada akhir ayat 92 surat Ali Imran di atas , secara
tidak langsung Allah menganjurkan seseorang untuk mengikhlaskan niatnya ketika
bersedekah. Allah berfirman : “ Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya “ yaitu walaupun manusia tidak mengetahui
bahwa kalian telah bersedekah, akan tetapi Allah mengetahuinya, maka jangan
cemas, niscaya Allah akan membalas apa yang telah kalian sedekahkan .
Sebagian ulama menjelaskan bahwa jika itu sedekah
wajib, sebaiknya dinampakkan, untuk menghindari tuduhan jelek. Tetapi jika itu
adalah sedekah tathowu’ ( tidak wajib ) , maka sebaiknya diberikan secara
sembunyi- sembunyi.
Berkata Ibnu Abbas : “ Allah menjadikan pahala sedekah
tathowu’ ( yang tidak wajib ) yang diberikan secara sembunyi-sembunyi
sebanyak 70 kali lipat , dan menjadikan pahala sedekah wajib yang diberikan
secara terang-terangan sebanyak 25 kali lipat dibandingyangdiberikan secar
sembunyi-sembunyi. Begitu juga halnya dengan seluruh ibadat wajib dan yang
tidak wajib . “ [33]
( 11 ) SEDEKAH MAMPU MENGOBATI BERBAGAI PENYAKIT
Diantara faedah dari sedekah adalah menyembuhkan
penyakit, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits, bahwasanya Rosulullah
saw bersabda :
داووا مرضاكم بالصدقة
داووا مرضاكم بالصدقة
“ Obatilah orang –orang yang sakit dari kalian dengan
memberikan sedekah “ [34]
Penyakit yang dimaksud di dalam hadist tersebut adalah
penyakit badan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan hadist tersebut mencakup
penyakit badan dan penyakit hati. Karena seseorang yang selalu bersedekah
dengan harta yang dicintainya, hatinya akan menjadi bersih dan tenang. Banyak
bukti di dalam kehidupan disekitar kita yang menunjukkan kebenaran hadist di
atas :
1/ Diriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak bahwa
seseorang mengadu kepadanya tentang penyakit yang ia rasakan di kedua lutut
kakinya, sudah tujuh tahun dia berobat ke dokter-dokter, akan tetapi tidak ada
perubahan. Abdullah bin Mubarak berkata kepadanya : “ Pergilah dan buatlah
sebuah sumur, karena masyarakat sangat membutuhkannya, dan saya berharap sumur
trsebut banyak airnya dan penyakit anda bisa sembuh.” Kemudian orang tersebut
mengikuti perintah Abdullah bin Mubarak, dan tidak lama pula, akhirnya
penyakitnya sembuh. [35]
2/Prof Dr H Biran punya pengalaman. Ia mempunyai
seorang pasien yang kaya raya. Keluhannya selalu merasa gelisah dan sakit
perut. Sudah diperiksa secara medis, namun tidak ada kelainan. Akhirnya pada
suatu waktu ketika sang pasien itu datang berkonsultasi lagi, Dr Biran
bertanya: “Maaf pak, berapa kali bapak bersedekah dalam setiap minggu?”
Mendapat pertanyaan yang tidak lajim ini sang pasien merasa bingung dan
menjawab: “Kekayaan, saya peroleh dengan kerja keras dan susah payah. Kalau
saya berikan pada orang lain, harta saya jelas akan berkurang. Dan kalau saya
berikan pada satu orang, pasti peminta yang lain datang lagi.’
Setelah Dr Biran memberikan ” tausiah ” singkatnya
mengenai fadhilah sedekah maka ia berkata: “Untuk kali ini saya tidak memberi
resep, tapi coba bapak ikuti nasehat saya tadi.” Karena ingin sembuh, maka
walaupun dengan hati berat karena belum terbiasa, si pasien itu mencoba
mengikuti advis sang dokter. Aneh tapi nyata. Setiap selesai ia mengeluarkan
sedekah, ada perasaan lega dan tenteram dalam hatinya. Pelan-pelan tapi pasti,
maka bukan setiap minggu tapi setiap hari dia bersedekah. Sejalan dengan
kebiasaan barunya itu, maka keluhannya kian berkurang akhirnya lenyap sama sekali
.
3/Dua orang anak Rudi Hartono, maestreo bulu tangkis
dunia, menderita lumpuh. Sudah berulang-ulang membawanya berobat kepada para
medis kenamaan di Jakarta, namun tidak kunjung sembuh. Atas advis seorang ahli
agama, Juara All England delapan kali ini, dianjurkan untuk sering menderma
atau membantu para fakir miskin dan mereka yang memerlukan. Saran ini ia
turuti. Sejak saat itu setiap bulan ia menyumbang dua setengah juta rupiah.
Diluar dugaan, kedua anaknya sembuh total. [36]
* Makalah ini dipresentasikan di dalam acara Paket Kuliah
Kilat Ramadlan 1427 H PCIM , Kairo Mesir pada tanggal 7 Ramadlan 1427 ( 30 / 9/
2006 ) .
[1] Lihat Steven J. Stein dan Howard E. Book, The EQ Edge
: Emotional Intelligence and Your Success ( Ledakan EQ : 15 Prinsip
Dasar kecerdasan emosional meraih ukses) . cet . Kaifa, hlm : 160-161 Ary
Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spriritual,
cet. Arga, hlm ; 88-91
[2] Lihat Steven J. Stein dan Howard E. Book, The EQ Edge
: Emotional Intelligence and Your Success hlm : 154
[3] Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an ( Beirut ,
Dar Al Kutub Ilmiyah, 1417 H- 1996M cet. Ke- V ) : 4/ 86
[4] Ibnu Hajar Al Asqalany, Al Ujab fi Bayan Al Asbab
( Damam, Dar Ibnu Jauzi, 1997) : 2/ 714
[5] Ibnu Arabi, Ahkam Al Qur’an : 1/ 368, Al Jashos, Ahkam
Al Qur’an (
Beirut, Dar Ihya’ Turast Al Araby , 1405 H ) : 2/ 300
Beirut, Dar Ihya’ Turast Al Araby , 1405 H ) : 2/ 300
[6] Qurtubi, Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/ 133
[7] Al Jashos, Ahkam Al Qur’an : 2/ 301
[8] Al Alusy, Ruh Al Ma’ani : 3/ 222
[9] Ibnu Arabi, Ahkam Al Qur’an : 1/ 368, pendapat
ini juga didukung oleh Imam Qurtubi ( Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/
133) , Ibnu Hajar ( Fathu Al Bari : 3/ 396 ) , Al Alusy ( Ruh Al
Ma’ani : 3/ 223) , Al Jashos, ( Ahkam Al Qur’an : 2/ 301 )
[10] HR Muslim, Kitab : zakat, Bab : Bahwa kata ‘ Sedekah “
mencakup seluruh perbuatan baik ( no : 1005 )
[11] lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar
Al Hadist : 4/ 101
[12] lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar
Al Hadist : 4/ 101
[13] HR Bukhari
[14] lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar
Al Hadist : 4/101- 102
[15] Sepuluh macam sedekah di atas tersebut di dalam Shohih
Muslim Kitab : Zakat, Bab : Bahwa kata ‘ Sedekah “ mencakup seluruh perbuatan
baik ( dari no : 1006- 1009 )
[16] Lihat Qurtubi, Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/
132
[17]
Para ulama berselisih pendapat tentang namanya yang paling tepat, apakah ( Bairuha atau Bairaha atau Bariha atau yang lain-lainnya ) ( lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar Al Hadist : 4/ 94 )
Para ulama berselisih pendapat tentang namanya yang paling tepat, apakah ( Bairuha atau Bairaha atau Bariha atau yang lain-lainnya ) ( lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, cet . Dar Al Hadist : 4/ 94 )
[18] Kata: ( Bakhin-bakhin/ bakhi-bakhi / bakh-bakh )
biasanya diucapkan orang-orang Arab ketika memuji suatu perbuatan atau ketika
kagum terhadap sesuatu. ( lihat An Nawi, Syareh Shohih Muslim, : 4/ 95)
[19] Hadits riwayat Bukahri, Bab : Zakat terahap sanak
saudara. ( no : 1461 ) dan Muslim , Bab Zakat ( no : 42 )
[20] Ibnu Arabi, Ahkam Al Qur’an : 1/ 368
[21] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Adhim : 1/ 506
[22] Lihat Qurtubi, Al Jami’ li Akam Al Qur’an : 4/
133
[23] Ini sebagaimana yang dalam hadist tentang definisi
miskin : “ Seorang miskin bukanlah orang yang hanya makan satu atau dua suap
makanan, atau satu atau dua buah kurma, akan tetapi orang miskin adalah orang
yang tidak mempunyai uang sama sekali dan tidak diketahui keadaannya, sehingga
ia diberi sedekah “ Berkata Al Jashos : Hadist ini ingin menerangkan orang
miskin yang sempurna, dan bukan berarti selain itu tidak boleh disebut miskin (
Al Jashos, Ahkam Al Qur’an : 2/ 3001 )
[24] Para pengamen jalanan yang tergabung dalam Pengamen
Stovia Community, menyumbang uang sejumlah Rp 746.200 yang murni dari dari
hasil mengamen untuk korban tsunami Aceh dan Sumut . Mereka mengamen pada malam
Tahun Baru selama sekitar empat jam di sekitar Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.
Begitu juga seorang pembantu rumah tangga dan seorang baby sitter masing-masing
menyerahkan Rp 50.000 gajinya untuk disumbangkan para korban tsunami (Kompas
, 06 Januari 2005 ) Begitu juga yang dilakukan oleh seorang ( Djarot )
pengamen di Ciledug, Tangerang, Banten. Ia menyumbangkan uang senilai hampir Rp
9 juta kepada korban gempa di Desa Muker, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten,
Jateng, Selain itu Djarot juga menghibur para pengungsi dengan mengajak
bernyanyi bersama dengan lagu ciptaannya sendiri. Uang bernilai hampir Rp 9
juta diperoleh Djarot dengan cara mengamen di bus patas AC 44 tujuan
Ciledug-Senen selama sepekan. (http://www.liputan6.com/view/7,124630,1,0,1150639203
)
[25] Al Alusy, Ruh Al Ma’ani : 3/ 223
[26] lihat Abu Dzar Al Qolmuni, Al Toyyibat mi Al Rizqi
( Kairo ; Maktabah Taufiqiyah , t.t.) hlm : 96-97
[27] Jika saudara tersebut tidak membutuhkan, sebaiknya
sedekahnya dialihkan kepada yang lebih membutuhkan. Karena dikawatikan tidak
mengena sasarannya, sehingga pahalanya menjadi hilang, atau tidak diterima oleh
Allah swt.
[28] HR Bukhari , Kitab : Zakat, Bab : Zakat terhadap suami
dan anak yatim yang tinggal dirumahnya ( no : 1466 ) , HR Muslim, Kitab :
Zakat, Bab : Keutamaan Nafakah dan sedekah kepada sanak saudara , ( no : 1000 )
[29] Ibnu Hajar, Fath Al Bari : 3/ 402 -403
[30] Pendapat ini dianut oleh Muhammad bin Hasan dan Abu
Yusuf dari Madzhab Hanafi, dan merupakan salah satu riwayat dari Madzhab Malik,
ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’I, dan riwayat dari Madzhab Imam Ahmad.
( lihat Ibnu Hajar, Fath Al Bari : 3/ 402 )
[31] Ibnu Hajar, Fath Al Bari : 3/ 403
[32] An Nawi, Syareh Shohih Muslim : 4/ 95
[33] Al Qurtuby, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an , : 3/
214
[34] Hadist ini adalah hadist hasan, sebagaimana diebutkan
Syekh Al Bani di dalam Shohih Al Jami’
[35] Kisah ini tercantum di dalam Shohih Targhib wa
Tarhib.
[36] Oleh Uti Konsen U.M, Sedekah Penangkal Bencana
dalam Pontianak Post, Jumat, 22 Juli 2005 .
Sumber: http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/16/kekuatan-sedekah-1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar