Oleh : Dr. Ikzan Badruzzaman
Islamisasi di Indonesia terjadi pada saat tasawuf menjadi corak pemikiran dominan di dunia Islam. Umum nya, sejarawan Indonesia mengemukakan bahwa meskipun Islam telah datang ke Indonesia sejak abad ke-8 M., namun sejak abad ke-13 M. mulai berkembang kelompok-kelompok masyarakat Islam. Hal ini bersamaan dengan periode perkembangan organisasi-organisasi thariqat. Agaknya hal ini yang menyebabkan berkembangnya ajaran tasawwuf dengan organisasi thariqatnya di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa sukses dari penyebaran Islam di Indonesia berkat aktivitas para pemimpin thariqat. Tidak dapat disangkal bahwa Islam di Indonesia adalah islam versi tasawauf Tasawuf dan thariqat pernah menjadi kekuatan politik di Indonesia. Tasawuf dan thariqat mempunyai peran yang penting memperkuat posisi Islam dalam negara dan masyarakat, serta pengembangan lingkungan masyarakat lebih luas. Beberapa peran itu di antaranya : 1. Peranan sebagai faktor pembentuk dan mode fungsi negara.
2. Sebagai petunjuk beberapa jalan hidup pembangunan masyarakat dan ekonomi, dan
3. Sebagai benteng pertahanan menghadapi kolonialisasi Eropa.
Peran tasaawwuf dan thariqat yang lebih menonjol adalah di bidang politik. Menurut Sartono Kartodirjo, thariqat pada abad ke-19 M., menunjukkan peranan pen ting, berkembang menjadi golongan kebangkitan paling dominan. Walaupun pada mulanya thariqat merupakan gerakan kebangkitan agama, thariqat berangsur menjadi kekuatan politik keagamaan, bahkan menjadi alat paling efektif untuk mengorganisasikan gerakan keagamaan dan doktrinisasi cita-cita kebangkitan bangsa. Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang mem pelajari cara seseorang berada sedekat mungkin dengan Allah swt. Kaum orientaalis Barat, menyebutnya sufisme, dan bagi meraka kata sufisme khusus untuk mistisme dalam Islam. Thariqat berarti jalan raya (road) atau jalan kecil (gang). Kata thariqat secara bahasa dapat juga berarti metode, yaitu cara yang khusus mencapai tujuan. Secara terminologi, istilah kata thariqat berarti jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah swt. Kemudian digunakan untuk menunjuk suatu metode psikologi moral untuk membimbing seseorang me ngenal Tuhan lebih dekat lagi. Hal yang wajar apabila dalam perkembangan dakwah Islam selanjutnya, tasawwuf dan thariqat mempunyai pengaruh besar dalam berbagai kehidupan sosial, budaya dan pendidikan yang banyak tergambar dalam dinamika dunia pesantren (pondok). Pada umumnya tradisi pesantren bernafaskan sufistik, karena banyak ulama berafiliasi dengan thariqat. Mereka mengajarkan kepada pengikutnya amalan sufistik. Kondisi semacam ini mempermudah tumbuh dan berkembangnya organisasi-organisasi thariqat yang berkem bang di dunia Islam.
Di Indonesia banyak sekali thariqat yang berkembang dan tersebar di berbagai daerah. Abubakar Aceh menyebutkan, di Indonesia terdapat sekitar 41 ajaran thariqat.
Sedangkan Nahdhatul Ulama (NU) melalui Jam’iyah Thariqat Mu’tabaroh Al-Nahdhiyyah-nya mengatakan, jumlah thariqat di Indonesia yang diakui keabsahannya (mu’tabaroh) sampai saat ini ada 44 thariqat. Hal ini menunjukkan thariqat yang berkembang di Indone sia, bahkan di dunia Islam banyak sekali jumlahnya. Imam Asy-Sya’rani, dalam Mizan al-Kubra, menyebut kan bahwa jumlah thariqat dalam syari’at Nabi Muhammad saw. terdapat 360 jenis thariqat. Hal ini dimungkinkan karena, sebagaimana akan dilihat nanti, thariqat adalah cara mendekatkan diri kepada Alloh swt., sekaligus merupakan amalan keutamaan (fadho’il al-‘amal) dengan tujuan memperoleh rahmat Alloh swt.
Di antara thariqat-thariqat yang berkembang di Indonesia yang merupakan cabang dari gerakan sufi internasional adalah Thariqat Qadiriyah yang didirikan oleh Syekh Abd al-Qadir al-Jailani (470-561 H.), Thariqat Naqsabandiyah didirikan oleh Baha’uddin Naqsaband al-Bukhori (717-791 H.), Thariqat Syaziliyah yang didirikan oleh Abu al-Hasan al-Syazili yang berasal dari Syaziliyah, Tunisia, (w. 686 H.), Thariqat Rifa’iyah yang didirikan oleh Syeh Akhmad al-Rifa’i (W. 578 H.), Thariqat Suhrawardiyah yang didirikan oleh Abu Najib al-Suhrawardi (490-565 H.), dan Thariqat Tijaniyah.
Tijaniyah adalah nama yang dinisbahkan kepada Syekh Abul-Abbas Ahmad Ibn Muhammad at-Tijani yang lahir pada tahun 1150 H., di ‘Ain Madi Aljazair, dari pihak ayahnya keturunan Hasan Ibn Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kata At-Tijani diambil dari suku yang bernama Tijanah dari pihak ibu. Syekh Ahmad at-Tijani dikenal di dunia Islam melalui ajaran thariqatnya yang sampai sekarang tersebar di 18 negara di antaranya: Kerajaan Maroko, Pakistan, Tunisia, Mauritania, Sinegal, Perancis, Amerika, Cina dan Indonesia.
Tharikat Tijaniyah masuk ke Indonesia pada awal abad ke-20 M., pada masa awal kehadirannya, penyebaran thariqat Tijaniyah terpusat di Cimahi Bandung yang dikembangkan oleh Syekh Usman Dhamiri, di Cirebon dikembangkan dari Pesantren Buntet melalui K.H. Anas dan K.H. Abbas, di Probolinggo Jawa Timur dikembangkan melalui K.H. Khozin Syamsul Mu’in, di Madura oleh K.H. Jauhari Khotib, dan di Garut dikembangkan oleh K.H. Badruzzaman. Sampai sekarang ajaran tarikat Tijaniyah telah berkembang di beberapa provinsi di Indonesia di antaranya: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, NTT, Kalimantan, Lampung dan Sulawesi. Khusus di Jawa Barat tarikat Tijaniyah telah menembus hampir ke seluruh kabupaten.
Ada tiga jenis wirid tarekat Tijaniyah yakni : wirid lazimah, wirid wadzifah, dan wirid hailalah. Secara umum tiga jenis wirid ini mengembangkan metode istigfar, shalawat, dan dzikir. Metode istighfar dimaksudkan untuk membangun kesadaran insaniyah, tentang bahayanya per buatan maksiat yang menimbulkan dosa. Metode shalawat dimaksudkan untuk membangun kesadaran pentingnya memiliki idola (uswatun hasanah) dalam melakukan taqorub kepada Allah swt. Sedangkan metode dzikir membangun saluran langsung dengan rahmat dari Allah swt. @ sumber:http://4binajwa.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar