Perjalanan bersama Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah Menyambut Pecinta Kesucian jiwa mengarungi Lautan Tanpa Tepi Mencari Barokah dan Menabur Barokah untuk Sesama.

Selasa, 20 Desember 2011

Thoriqoh Chistiyyah

Chisytiyyah Pernah Bertemu Syekh Abdul Qodir Jaelani
INDIA, negara jajahan Inggris ini ternyata tidak saja kreatif melahirkan film-film yang populer di Indonesia. Tapi, juga melahirkan tarekat Chisytiyyah. Imam tarekat
Chisytiyyah ini adalah Khwaja Mu’inuddin Hasan Sanjari Chisyti, ia juga dijuluki Nabi al-Hind (Nabi India), Gharib Nawaz (penyantun orang-orang miskin), Khwaja-I-khwajagan (imam segala imam), Khwaja-I-Buzurg (Imam Agung), Atha’ al Rasul (Pemberian Nabi), dan Khwaja-I-Ajmeri (wali dari Ajmer). Chisyti lahir pada 1142 M atau sebagian ahli tarekat menyebutkan tahun 1136 M di Sanjar, sebuah kota di Sistan, pinggiran Khurasan, dan masa mudanya dihabiskan di Sanjar, India.

Ia murid dari dan pengganti Khwaja Utsman Haruni. Sesudah berbaiat, selama 20 tahun Chisyti hidup bersama Syekh Najmuddin Kubro, Syekh Awhaduddin Kirmani, Syekh Syihabuddin Suhrawardi, dan Khwaja Yusuf Hamadani. Pertemuannya dengan Syekh Abdul Qodir Jaelani yang dibuktikan dengan berbagai catatan sejarah. Ia wafat pada hari Jumat, bulan Rajab 632 H/1235 M dan dimakamkan di Ajmer, India.

Dalam tarekat Chisytiyyah sebelum Syekh memberikan perintah labih jauh kepada murid, ia menyuruhnya untuk berpuasa sehari, terutama pada hari Kamis. Kemudian Syekh menyuruhnya untuk mengucapkan istighfar dan durud sepuluh kali serta membaca ayat al-Quran; Annisa: 103: “…Maka ingatlah Allah di waktu kamu berdiri, duduk, dan berbaring,…”

Para Syekh tarekat Chisytiyyah menganjurkan metode zikir berikut ini: Murid mesti duduk bersila, dan menghadap kiblat. Ia tidak harus berwudhu lebih dahulu, namun akan lebih sempurna jika ia berwudhu. Duduk dengan tegak, menutup kedua matanya, dan meletakkan kedua tangannya di atas lututnya. Jika ia duduk bersila, ia harus menahan kima atau nadi kaki kirinya dengan jari kaki kanannya. Posisi ini bisa membuat hati merasa hangat mampu menghilangkan bisikan-bisikan was-was. Dengan duduk seperti itu murid mulai melakukan zikir jali (keras) atau khafi (diam).

Dalam tarekat Chisytiyyah, Dzikr-I-Haddadi juga diamalkan sebagaimana dalam tarekat Qodiriyah. Seperti dituturkan Imam Abu Hafsh Haddad. Metode pengamalannya adalah: sang Dzakir (orang yang berdzikir) mesti duduk dengan melipat kedua kakinya sedemikian rupa sehingga kedua pahanya berada dalam keadaan istirahat di tanah. Kemudian ia mesti membentangkan kedua tangannya tinggi-tinggi ke atas. Dan ketika mengucapkan Laailaaha, ia berdiri di atas kedua lututnya dan kemudian kembali ke posisi semula. Lalu meletakkan kedua tangannya di antara kedua pahanya yang terlipat dan sampil mengucapkan illallaah-dengan memukul dadanya dengan kata-kata yang sarat (penuh) dengan makna keagungan dan kebesaran Allah swt. Sebagian orang mengucapkan Laailaaha dari hati dan membawanya ke bahu kanan, serta mengetukkan kalimat illallaah. Sebagian lagi mengetukkan kalimat hu (Dia Yang Maha Esa) pada dada.

Sang Dzakir antara lain diperintahkan melakukan zikir tiga ketukan: zikr-I-she-paaya. Ada tiga rukun dalam zikir ini: yaitu nama Allah, perenungan atas sifat-sifat-Nya (Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengetahui, dan sebagainya), serta adanya perantara. Sang Dzakir dengan memahami maknanya-mengucapkan Allaahu ‘alimun, Allaahu bashirun, Allaahu sami’un. Ini disebut nuzul atau tangga turun. Gerakan ganda ini disebut sebuah dawr atau sirkulasi yakni sebuah zikir yang terdiri atas ‘uruj dan nuzul. Rahasia ‘uruj dan nuzul adalah bahwa jangkauan pendengaran lebih terbatas dibandingkan dengan jangkauan penglihatan, dan jangkauan penglihatan lebih terbatas dibandingkan dengan jangkauan pengetahuan.

Karena menurut Chisytiyyah dalam tahap awalnya, sang hamba terbelenggu oleh akalnya dan apa yang diamatinya, yang lebih sempit ketimbang semua tahap lainnya. Karena itu, ia menempatkan sami’ lebih dahulu dan ketika sesudah mengalami kemajuan, ia sampai pada tahap kegaiban yang luas, ia pun menempatkan bashir lebih dahulu. Ketika sesudah mengalami kemajuan, ia sampai pada tahap “kegaiban dalam kegaiban” yang bahkan lebih luas lagi, ia pun memikirkan ‘alim, dan kemudian ia kembali.

Dalam zikir tiga ketukan ini sang dzakir mesti menahan napasnya sedemikian rupa sehingga secara berangsur-angsur, dari dua hingga tiga kali, zikir ini bisa diulangi sebanyak 40 kali sampai 50 kali. Ini bisa membantu menghangatkan hati, agar lemak dalam hati tempat penghasut yang melahirkan berbagai perasaan kemunafikan dalam hati, bisa terbakar, dan sehingga sang dzakir diliputi oleh cinta Allah dan keadaan fana (kesementaraan) diri bisa dikembangkan.

Selain itu jamaah tarekat Chisytiyyah mengamalkan dzikir pas-I-anfas atau zikir menjaga napas sebagai berikut: Orang yang berzikir mengucapkan Laailaaha dalam napas yang dihembuskan, dan illallaah dalam napas yang dihirup, dengan lidah hati. Artinya, penafian (Laailaaha) dilakukan ketika napas keluar, dan penegasan dilakukan ketika napas masuk. Selama keluar-masuknya napas ini pandangan diarahkan kepada pusar. Zikir ini mesti sering diulang-ulang agar pernapasan itu sendiri menjadi dzakir, baik di waktu sang dzakir itu tidur maupun terbangun.

Bahkan zikir di bawah ini sangat efektif untuk mengobati berbagai penyakit: yaitu sang dzakir memukul sisi sebelah dada kiri dengan Ya Ahad (Wahai Yang Mahaesa), pada sisi sebelah kanan dengan Ya Shamad (Wahai zat tempat meminta), dan Ya Witr (Wahai Yang Mahaganjil) pada hati. Para sufi terkemuka berpandangan bahwa ketika diri manusia terlepas dari segenap kesenangan duniawi, dan wujud bathiniyahnya makin bertambah kuat dengan mengingat Allah, maka terjalinlan sebuah hubungan antara dirinya dengan alam ruhani. Disebabkan hubungan ini hati manusia pun tercerahkan dan ia pun melihat zat Allah serta mengetahui perintah-perintah dan keridhaan Allah. Kini cahaya pun terpantul dari pandangan batin pada mata lahir dan ia pun mulai melihat dengan indera-indera lahiriah berbagai alam spiritual batiniah. Pada tahap ini, ia sudah terlepas dari alam lahiriah dan batiniah.

Kontemplasi yang ditetapkan Sufi Chisytiyyah:
1. Kontemplasi atas nama diri Allah; Sang penempuh jalan spiritual pergi ke suatu tempat terpencil dan merenungkan bahwa kata Allah tertulis dengan tinta emas di hatinya bahwa ia tengah membaca dengan penuh gairah dan semangat, dan berada di hadapan Allah. Ia merasa asyik dengan itu sehingga kehilangan kesadaran tentang dirinya sendiri.

2. Kontemplasi Allahu hadir; Allah Maha Melihat dan Allah bersamaku. Sang penempuh jalan spiritual mestilah berpandangan bahwa Allah senantiasa bersama dirinya dan bahwa mustahil Allah berpisah darinya. Dilakukan dengan menutup matanya dan memusatkan perhatian pada hatinya dan berpandangan bahwa Allah bersamanya dan melihatnya.

3. Kontemplasi Nashirah; sang penempuh jalan spiritual membuka matanya dan mengarahkan pandangannya pada ujung hidungnya. Ini dilakukan sampai bagian hitam matanya sama sekali hilang (tidak terlihat), dan yang tinggal hanya bagian putihnya. Dan saat melakukan ini ia memikirkan bahwa Allah hadir dan melihat dirinya. Berbagai perasaan munafik bisa dihilangkan dengan kontemplasi ini serta kedamaian bias diraihnya.

4. Kontemplasi Mahmudah; dengan membuka matanya dan mengarahkan pandangannya ke tengah-tengah alis mata serta merenungkan kebesaran dan keesaan Allah.

5. Kontemplasi Aku tidak ada, yang ada hanya Allah; dilakukan dengan dia dan merenungkan hanya untuk Allah.

6. Kontemplasi Mi’raj al-Arifin (kenaikan kaum arif). Di sini mesti menyadari bahwa segenap wujud yang bersifat mungkin bagaikan cermin. Dan segenap capaian mereka yang bersifat material maupun spiritual di dalamnya tidak lain kecuali cerminan dari nama-nama dan sifat-sifat Allah swt. Seseorang mesti membayangkan seluruh alam semesta ini sebagai cermin dan melihat Allah di dalamnya dengan segenap nama dan sifat-Nya, agar ia bisa dimasukkan ke dalam orang-orang yang telah menyaksikan Allah (ahl al-musyahadah).

7. Kontemplasi Pendekatan (Muqarabah), Penyaksian (Musyahadah), Pengawasan (Mu’ayanah); seseorang duduk seperti salat, bersama syekhnya, merenungkan alim, sami’, bashir (Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Melihat). Kemudian mengarahkan pandangannya ke hati, lalu menutupnya. Dan lalu melihat hatinya dengan mata batin dan berpikir bahwa ia tengah menyaksikan Allah. Kemudian menengadahkan tangannya ke langit dan tetap membuka tangannya. Lalu ia membayangkan bahwa ruhnya telah meninggalkan tubuhnya dan, sambil menembus langit ia menyaksikan Allah secara bertatap-muka.

8. Kontemplasi atas Ayat al-Quran: “Tidakkah engkau lihat Tuhanmu?… (Al-Furqan; 45). Sesudah merenungkan ayat ini, seseorang yang sedang mengalami ekstase (puncak spiritual) mengungkapkan keadaan mentalnya dalam-bait syair:
Engkaulah yang kucari, wahai kekasihku!
Ke manapun kuedarkan pandangan, yang kucari hanya diri-Mu!
Mataku bermaksud mencar-iMu semata,
Doa ungkapkan Diri-Mu kepadaku, siapapun yang kulihat!
Seribu jendela terbuka untuk melihat-Mu,
Jendela mana saja yang kubuka, tujuanku hanya Diri-Mu!
Kematianlah jika aku tak melihat-Mu,
Jauh lebih baik aku memandang-Mu daripada mati!

Kaum sufi dalam tarekat Chisytiyyah juga merenungkan ayat-ayat al-Quran ini untuk mengosongkan sirr dan mencapai kehadiran abadi bersama Allah:


1. …ke mana pun engkau menghadapkan wajahmu, di situ ada wajah Allah,…(Albaqarah: 115).
2. …Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya (Qaf;:16).
3. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat (Al-Waqi’ah: 85).
4. …Dia bersamamu di mana pun kamu berada… (Al-Hadid: 4).
5. Dan juga dalam dirimu, apakah tidak kamu perhatikan? (Adzdzaariyat:21). Dan lain sebagainya.

Syekh Kalimullah adalah seorang syekh berkedudukan tinggi dalam tarekat Chisytiyyah. Ia adalah khalihah dan murid syekh Yahya Madani Chisyti, lahir pada 1060 H/1460 M, dan meninggal pada 1142 H/1720 M.
Sumber: http://sufinews.com
Catatan harianku
Suara knalpot mulai bising
Teriakan para kenek dan calo angkot
Gemuruh dengusan kereta Rangkas
Peluit peluit pengatur jalan
Kumandang pedagang kaki lima menjajakan barangnya
Orang gila menjadi idola
TSSB ……..( telaten saat saat begini ) judi masa kini
Kawanku ………
Sibuk bermain kartu
Mengadu nasib dengan ………(harapan dan mimpi mimpi )
Lupa waktu lupa mantu
Bagaimana ini ? kataku
Siang ini …………
Kamis Pon malam Jum'at Wage
Malam satu Romadlon
Seribu Empat Ratus sebelas Hijriyah
Malam satu Poso
Seribu sembilan ratus dua belas pada tahun HE
Malam lima belas Maret ,
Seribu sembilan ratus sembilan puluh satu Masehi
Di pinggir jalan kereta Jakarta - Merak
Kavling atas Serpong ,Tangerang ,Jabar waktu itu
Aku lahir
"Marsudi luhur ing Jiwo" namaku
Saudara saudaraku,teman temanku
Menyambutku dengan harap harap cemas
Seperti menunggu nomer lotre
Waktu berjalan sepihak
Tak perdulikan aku ,
Dari detik ke menit ,dari menit ke jam ,
Dari hari ke minggu ,dari minggu ke bulan ,
Dari bulan ke tahun ,kini aku berusia tiga tahun ,
Aku mulai bersolek ,berjalan ,belajar ngomong ,
Orang pun mulai mengenalku
Dadaku bergambar bintang ,
Bintang lima yang ada didada Gatotkaca ,
Kutang gundil Onto kusumo,
Terbang ke mana mana ,ada di mana mana ,
Bersama siapa saja
Sakti mandra guna ,otot kawat balung wesi
Tangguh dalam menempuh dan mengarungi kehidupan
Sinar ke emasan memancar dari sembilan penjuru
Berputar setiap waktu ,mengembalikan kea rah takdir
Mengikuti putaran roda kehidupan ,
Bagaikan cakra wicaksononya Sri Batoro Kresno !
Memancar ke setiap celah ,mengalir ke setiap lubang
Delapan penjuru mata angin dan stu kesempatan
Di tengahku ada lambing cinta ,merah putih
Berani berniat suci ,meraih cita cita ,
"Migunani Marang Liyan ,Ora Gawe Kapitunaning Liyan ,Marsudi Luhurr Ing Jiwo"
Biru Langit warna bajuku ,coklat tanah warna celanaku
Berpijak pada kebijaksanaan ,tinggi cita cita dan harapanku
Aku berjalan menyusuri jalan sepi
Menembus mega ,menerjang awan
"Maju terus pantang mundur , Berakit rakit ke hulu ,Berenang renang ketepian
Aku mencari diriku sendiri , di gundukan sampah
Di meja meja judi ,di pasar ,di meja para dukun ,
Di tukang ramal ,dibotol minuman ,di celoteh anak anak kecil
Aku selalu bertanya siapa aku ?
Aku selalu bertanya siapa bapakku?
Siapa ibuku ?
Di mana aku ?
Di mana engkau ?
Di mana siapa?
Aku berjalan terus ,mengikuti guratan cahaya cahaya
Meski tertatih tatih aku tetap berjalan ,
Tidak akan berhenti sebelum ajal tiba
****531***

Rabu, 14 Desember 2011

Meraih Kebahagiaan Sejati
Oleh. Cecep Zakarias El Bilad
“Pikiran yang benar ialah yang membuka jalan; jalan yang benar ialah yang dilalui seorang raja spiritual.”
(Rumi)

“Jiwa yang rela itu seperti samudera. Kedalaman dan keluasannya akan menyerap setiap benda yang jatuh ke dalamnya. Seberapa besar pun benda itu. Ia tetap tenang bergelombang.”
(Haidar Bagir)
Seperti halnya manusia, dunia pun berumur. Tapi berbeda dengan manusia, dunia, semakin senja umurnya, semakin menawan rupa dan penampilannya. Semakin banyak manusia terpikat. Semakin dunia, dengan segala gemerlap dan kenikmatannya, menjadi puncak impian hampir setiap insan.

Namun bersamaan insan-insan berjibaku, bertengkar atau bahkan saling menghancurkan demi mengejar impian masing-masing, waktu terus berjalan. Dunia tetap bernafas seolah abadi. Sementara manusia datang dan pegi. Satu lahir, membawa impian-impian baru. Yang lain mati membawa serta impian-impian yang tinggal impian.

Demikian kurang lebih refleksi dari fenomena kehidupan. Banyak sekali orang yang menganggap hidup ini segala-galanya. Mereka rela menghabiskan hampir seluruh umurnya untuk meraih semua hasrat dan impian hidupnya. Bahkan tak sedikit yang melakukan semua cara ,meski mengorbankan orang lain dan nilai-nilai kepatutan. Seolah hidup ini bagi mereka, adalah satu-satunya dan untuk selamanya.

Anggapan demikianlah yang menjadi sumber malapetaka di muka bumi tanpa kecuali tanah air kita: korupsi, kemiskinan, perang, penjajahan, kediktatoran, kerusakan alam, dan lain sebagainya. Tak satu pun negeri di muka bumi ini yang benar-benar terbebas dari malapetaka itu. Negeri semakmur Amerika dan Singapura pun, nyatanya menyangga kedigdayaannya dengan eksploitasi negeri-negeri lain yang lemah seperti Indonesia ini. Berapa banyak kekayaan alam negeri kita diangkut ke Amerika. Berapa triliun uang haram yang ditanam di Singapura oleh para koruptor negeri ini.

Paradigma/cara pandang hidup menjadi kunci persoalan. Artinya, bagaimana cara kita memandang kehidupan berpengaruh secara mendasar terhadap kondisi sosial, sebab kita menjadi bagian darinya. Paradigma egoistik, misalnya, akan melahirkan penindasan. Ini berlaku bagi siapa saja. Sebab, relasi sosial menindas-ditindas adalah persoalan kesempatan. Yang saat ini menindas ialah mereka yang mempunyai kesempatan untuk itu. Namun yang saat ini tertindas pun, jika satu saat memperoleh kesempatan, tak menutup kemungkinan akan melakukan penindasan pula. Saat para pejabat menyalahgunakan wewenangnya, saat pedagang mengurangi timbangan, saat para produsen makanan memproduksi makanan tak layak makan, saat para penyedia transportasi menarik ongkos melampaui tarif, dan lain sebagainya, saat itulah relasi sosial yang dzolim itu terjadi.

Jika ditelusuri, benang merahnya adalah paradigma hidup seperti direfleksikan di atas: seolah hidup ini selamanya; apapun layak dilakukan demi mencapai semua hasrat dan impian. Maka paradigma hidup menjadi hal utama dan pertama yang perlu dibenahi. Sebab paradigma menentukan cara berpikir, cara bersikap dan bertindak, termasuk cara membangun relasi sosial. Ia merupakan kerangka manusia untuk melihat dan memahami realitas kehidupan.

Solusi yang berfokus pada paradigma individual inilah yang ditawarkan agama-agama, tak terkecuali Islam. Diakui atau tidak, dalam sejarah manusia agama telah membuktikan diri sebagai satu-satunya ‘sosok’ yang mampu menawarkan solusi terbaik. Ini bisa dilihat, paling tidak dari fakta bahwa mayoritas umat manusia menganut sebuah kepercayaan agama. Bahkan tak sedikit yang berpindah dari satu agama ke agama lain mencari paradigma yang menurut mereka terbaik.

Jika kemudian ada sejarah penindasan yang berbasis agama, seperti yang terjadi di Eropa pada Zaman Pertengahan, ini hanya sekelumit contoh penyelewengan agama. Akhirnya, agama pula (kaum Protestan) yang menjadi basis perlawanan terhadap para penindas itu. Fakta historis serupa juga ditemukan dalam sejarah Islam. Tanpa terkecoh dengan sejarah kelam kaum-kaum beragama, agama tetaplah agama. Sebuah tata nilai suci yang menawarkan solusi problematika umat manusia demi kebahagiaan sejati.

Universalitas Islam

Universal ialah sifat dasar sebuah agama, sehingga ia bisa tumbuh di mana saja dan berumur panjang sepanjang umur peradaban manusia. Islam ialah agama. universalitasnya ditegaskan sendiri dalam diktum terkenal dalam al-Quran, rahmatan li al-‘ālamīn (rahmat bagi semesta alam).

Dan Kami (Allah) mengutus engkau Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam (al-Anbiya:107).

Rahmat di sini bisa dimaknakan sebagai kebaikan, kedamaian atau keselamatan. Secara etimologis, kata tersebut seakar dengan kata ‘rahmân’ dan ‘rahîm’, dua nama Allah, yakni kata ‘rahima’ yang berarti penuh kasih sayang, penuh perhatian tulus. Pada ayat tersebut, Muhammad SAW dijuluki sebagai rahmat bagi semesta alam. Ia adalah sosok yang dipilih Tuhan untuk menyampaikan pesan-pesan keselamatan dan perdamaian. Sosok Muhammad di samping sebagai penyampai, juga merupakan pelaksana yang representatif dari pesan-pesan tersebut. Pribadinya menjadi teladan sepanjang zaman. Setiap kata, sikap dan tindakannya merupakan interpretasi dan penjelasan wahyu.

Penjelasan ayat ini dalam Tafsir al-Kabīr, karya Syaikh Muhammad Fakhruddin al-Razi mengatakan, bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh umat manusia. Ia tidak hanya berbicara tentang soal-soal yang dikategorikan sebagai agama, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini tercermin dari sosok Muhammad SAW yang kesantunan dan keadilannya merangkul seluruh kalangan masyarakat di sekitarnya, tidak hanya kaum Muslimin.

Secara kosmologis, bahwa Allah berbicara kepada umat manusia melalui sosok Nabi adalah sebuah kehormatan besar yang tak diperoleh mahluk-mahluk lain. Ini karena, sebagaimana dikatakan Allah sendiri, manusia adalah ciptaan-Nya yang terbaik, dikaruniai akal, dan dinobatkan sebagai khalifah/pemimpin di muka bumi. Manusia mampu mengolah, mengelola atau bahkan menghancurkan alam lingkungannya. Maka dipilihnya manusia sebagai penerima pesan-pesan ilahiah adalah agar pesan-pesan tersebut bisa terpancar ke seluruh alam semesta.

Sementara dari sisi karakter pesan-pesannya, yang membuat Islam universal ialah karena ia berbicara tentang fitrah/hakekat dari alam semesta, segala sesuatu di dalamnya, dan Penciptanya. Ia merupakan pengakuan Allah tentang diri-Nya, prinsip-prinsip penciptaan dan pengaturan ciptaan-ciptaan-Nya. Pengakuan kepada manusia, ciptaannya yang paling sempurna. Pengakuan-Nya ini menjadi setetes pengetahuan Allah untuk manusia dalam menjalankan misi kepemimpinannya di alam semesta (QS.2:30). Sebagai pemimpin, mereka perlu mengetahui hal-hal prinsipil dari apa yang dipimpinnya, agar mampu memahami setiap persoalan yang dihadapi dan mampu merumuskan solusi yang tepat. Demikianlah posisi manusia di alam semesta. Demikian pula maksud Islam diturunkan.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menciptakan wakil di bumi”. Para malaikat merespon, “apakah Engkau hendak menciptakan para pembuat kerusakan dan huru-hara di muka bumi (sebagai wakil-Mu), padahal kami lah yang selama ini memuji dan mensucikan-Mu?”. Allah menjawab, “Aku mengetahui semua hal yang tidak kalian ketahui”. Kemudian Allah mendeskripsikan kepada Adam segala sesuatu, lalu menyodorkan segala sesuatu tersebut kepada para malaikat. Lalu Allah berkata, “deskripsikan ini semua jika benar kalian itu memang bisa dipercaya!” Para malaikat menjawab, “Maha Suci Engkau, kami tidak mengetahui selain sebatas yang telah Engkau ajarkan pada kami. Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” Allah lalu berfirman, “Hai Adam, deskripsikan ini semua!” Pada saat Adam memaparkan deskripsinya, Allah berkata, “bukankah sudah Aku katakana bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan juga mengetahui semua yang kalian tunjukan maupun yang kalian sembunyikan?” (al-Baqoroh:30-33).

Maha Suci Dia yang telah menurunkan al-Furqon (al-Quran) melalui seorang hamba-Nya sehingga dia bisa menjadi pemberi peringatan bagi seluruh penghuni semesta. Dia lah Sang Penguasa langit dan bumi; Dia tidak beranak dan tidak pula memiliki (membutuhkan) partner dalam berkuasa. Dia menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran yang tepat untuk semuanya itu (al-Furqon:1-2).

Maka dari perspektif kemanusiaan, tema utama Islam ialah seputar identitas manusia. Untuk itu, secara mendasar ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi berbicara tentang siapa manusia, siapa Tuhan, siapa sesuatu selain manusia dan Tuhan, dan bagaimana relasinya satu sama lain. Itu semua disampaikan melalui simbol-simbol berupa kisah, peristiwa, perintah dan larangan agar mudah dipahami. Islam diturunkan untuk manusia dan dengan bahasa manusia.

Mengenal Diri

Kembali pada soal paradigma hidup. Sebagai Muslim, tentu kita selayaknya membangun sebuah pandangan dasar hidup yang sesuai dengan informasi-informasi Allah dalam al-Quran dan Sunnah. Ada empat pertanyaan yang bisa diajukan sebagai kerangka untuk mengumpulkan dan mengkaji informasi-informasi tersebut: siapa sebenarnya kita? Apa yang sedang kita lakukan di dunia ini? Dari mana kita berasal? Dan, akan ke mana kita esok hari?
Empat pertanyaan tersebut akan kami urai satu per satu sebagai berikut:

1. Siapa sebenarnya kita?

Ada beberapa ayat al-Quran yang memberikan petunjuk jawabannya. Tiga di antaranya adalah:

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakanmu (al ‘Alaq:1)

“Allah menciptakan manusia dari air mani…” (an-Nahl:4)

“Dan Dialah yang menciptakan dari air itu seorang manusia”… (al-Furqan:54).

Sangat tegas dari ketiganya bahwa manusia adalah wujud yang diciptakan. Allah adalah Sang Pencipta. Dalam konteks ini, kita tidak berbeda dengan wujud-wujud lain di sekitar kita. Semuanya masuk dalam kategori hasil kreasi (mahlūq). Artinya, dalam batas-batas tertentu manusia memang mampu berkreasi/mencipta, sehingga terciptalah peradaban-peradaban. Begitu pun hewan seperti laba-laba yang menciptakan sarangnya. Namun, proses kreasi manusia dan hewan sejatinya hanya merubah dari satu bentuk ke dalam bentuk lain dari bahan-bahan dasar yang telah tersedia seperti air, tanah, api, udara, tumbuhan dan lain sebagainya. Dan hingga kini tak satu pun manusia mampu menciptakan bahan-bahan dasar tersebut. Tak satu pun hasil kreasi manusia yang murni tanpa bahan-bahan dasar tersebut.

Maka jauh dari kemungkinan manusia dapat menciptakan dirinya sendiri atau manusia lainnya. Manusia itu diciptakan. Berarti seluruh potensi, baik fisik maupun non-fisiknya pun adalah ciptaan, termasuk potensi kreatifnya. Siapa yang menciptakan? Dialah Dia, yang dikenal sebagai Tuhan. Maka Tuhan, melalui manusia pilihan-Nya, memperkenalkan diri sebagai Allah, al-Rahmān, al-Rahĭm, al-Awwal, al-Ăkhir, dan lain sebagainya.

Fakta dikotomis antara yang diciptakan (mahlûq) dan yang mencipta (khâliq) ini menjadi pesan, bahwa hakekatnya kita manusia berada pada kelas yang sama dengan hewan, tumbuhan, air, dan entitas-entitas lain di alam raya ini: kelas mahluk. Dari sekian itu, kita manusia memang menempati posisi teratas sebagai yang paling sempurna. Manusia ditunjuk Allah sebagai wakil dengan tugas kepemimpinan di antara para mahluk lain. Namun ini tidak menjadi alasan bagi kita untuk bersikap angkuh, berbangga diri dan sombong. Sebab diri kita, seluruh potensi yang dimiliki, seluruh kekuasaan yang diraih, tak lebih sekedar pemberian (pinjaman). Yang semuanya bisa kapan saja diambil oleh Sang Pemilik. Yang semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban. Maka dalam Islam, semua sikap dan tindakan yang bersumber dari kebanggaan, keangkuhan, kesombongan pribadi dikategorikan sebagai terlaknat/dosa. Allah memperingatkan hal ini dalam sebuah hadits qudsi, seperti terekam dalam buku Misykāt al-Anwār karya Ibn ‘Arabĭ, yang kira-kira artinya, “Arogansi adalah baju kebesaran-Ku, dan kebanggan diri adalah selendang-Ku. Maka siapapun manusia yang menandingiku dengan salah satu dari keduanya, Aku akan melemparnya ke dalam neraka!”

2. Apa yang sedang kita lakukan di dunia ini?
Jawabannya cukup tegas diinformasikan Allah dalam QS.Al-Dzariyat:56:

“Dan Aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembah-Ku.”

Kata ‘ya’budūn’ di ayat ini umum diterjemahkan ‘beribadah’. Sementara kata ‘ibadah’ sendiri adalah derivasi dari kata bahasa Arab ‘îbâdah’, dari kata dasar ‘âbada’. Kita diciptakan untuk beribadah, bukan untuk lainnya. Sehinga jawabannya adalah, kita di dunia ini adalah dalam rangka beribadah kepada Allah.

Di masyarakat, kata ‘ibadah’ tidak jarang dipahami sebagai aktifitas-aktifitas tertentu yang diwajibkan atau dianjurkan agama seperti shalat, puasa, zakat, wudhu, sedekah, dan lain-lain. Sehingga ayat ini sering dijadikan dalil bagi sementara orang untuk beragama dengan berhenti pada tingkat ritual. Sementara pandangan hidup, sikap dan perilaku kesehariannya tidak mencerminkan pribadi yang beragama. Atau, bagi bagi mereka yang meninggalkan pergaulan sosial dan menenggelamkan diri sehari-harinya dalam aktifitas ritual.

Jika demikian, tentu akan banyak waktu hidup kita yang habis bukan untuk ibadah, seperti mandi, makan, pergi ke pasar, tidur, berdagang, dan lain-lain. Sebab aktifitas-aktifitas yang diwajibkan atau dianjurkan itu jumlahnya terbatas. Apalagi kemampuan fisik kita pun terbatas untuk melaksanakan seluruhnya. Bukankah ini sebuah pelanggaran atas ayat tersebut? Maka, ‘ya’budūn’ pada ayat itu perlu dimaknakan secara generik, yakni menghamba, patuh dengan penuh kepasrahan, atau mencintai secara totalitas. Sehingga ayat tersebut bisa diartikan secara bebas “Aku menciptakan jin dan manusia tidak lain agar mereka tunduk-patuh kepada-Ku atas dasar cinta yang tulus’.

Ini kiranya sejalan dengan pemaknaan Syaikh al-Razi terhadap ibadah dalam ayat ini, sebagai sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai suci Allah baik yang berupa perintah, larangan, anjuran maupun informasi-informasi. Serta bersikap penuh kasih kepada seluruh ciptaan-Nya. Ayat ini juga berarti bahwa, cara pandang, sikap, perilaku dan aktifitas keseharian kita selayaknya diorientasikan sebagai wujud penghambaan kepada Allah SWT.

Maka seorang Mukmin yang sejati ialah dia yang selalu sadar akan hakekat penciptaannya ini, dan yang kesadarannya ini memancar ke dalam langgam berpikir dan kepribadiannya. Setiap helai pemikiran, kata dan perilakunya dimaknakan secara filosofis sebagai ekspresi ketundukan tulus kepada Allah SWT. Makan, minum, olahraga, berpakaian, bekerja, berkeluarga dimaknakan serupa dengan shalat, puasa, zakat dan ritualisme lainnya sebagai rangkaian peribadatan sehari-hari. Dengan begitu, tidak akan ada ruang, atau paling tidak sedikit ruang bagi aktifitas-aktifitas yang bukan ibadah. Dengan kata lain, komitmen pada kesadaran ini akan memberi sedikit ruang bagi berkembangnya potensi-potensi kemaksiatan dalam diri seorang insan. Jadi, nilai setiap aktifitas kita di hadapan Allah tergantung pada pemaknaannya secara filosofis, baik sebelum, selama maupun sesudah pelaksanaannya.

Penafsiran ini kiranya berkorelasi positif dengan sebuah hadits terkenal:

“Setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya. Jika dia berhijrah dengan niat rela untuk Allah dan Rasul-Nya, maka demikianlah Allah dan Rasul akan menilainya. Namun jika ia berhijrah karena perkara duniawi atau karena perempuan yang hendak dipinang, maka nilai hijrahnya akan bernilai tidak lebih dari itu saja ” (HR.Bukhori-Muslim). (bersambung)
* Penulis adalah Anggota LDNU PCNU Kab.Bogor; Mahasiswa Pascasarjana Islamic Philosophy di the Islamic College of Advanced Studies (ICAS) Jakarta.
Sumber: http://www.nu.or.id/

Minggu, 11 Desember 2011

Perjalanan Hidup Manusia
Oleh : Nurlaila Zahra
Manusia hidup dengan jalan hidupnya masing-masing. Ada yang kuliah, ada yang kerja, bahkan ada pula yang pengangguran. Ada yang kaya, ada yang sederhana, bahkan tidak sedikit pula mereka yang miskin. Jalan hidup memang merupakan kapasitas dan kadar kemampuan dari seorang hamba yang telah Allah berikan untuknya. Orang kaya di uji dengan kekayaannya, dan orang miskin di uji dengan kemiskinannya. Dengan segala perbedaan ujian itu, dapat dipastikan bahwa kapasitas dan kadar kemampuan seorang hamba pun juga berbeda-beda.
Banyak yang mengira bahwa menjadi kaya itu pasti menyenangkan. Tapi tak sedikit pula orang yang hartanya berlimpah justru kecemasannya berlebih dari orang yang kurang mampu. Cemas akan hartanya yang takut kehilangan, cemas akan kenikmatan duniawi yang dapat membuatnya lalai akan adanya Allah, dan cemas apabila dia mati nanti, dia akan meninggalkan hartanya yang tidak sedikit jumlahnya. Kecemasan-kecemasan seperti itulah yang akhirnya membuat banyak orang kaya menjadi stress.
Banyak, atau mungkin hampir semua orang yang kurang mampu, berharap bisa menjadi orang kaya. Bisa kerja, kuliah, mempunyai hand phone terbaru, memiliki banyak uang, selalu punya sepatu dan baju baru, dan segala kenikmatan-kenikmatan duniawi yang sebenarnya semua itu hanyalah teman sesaat kita di kala hidup di dunia ini. Setelah itu, tak dapat lagi mereka menemani kita di kehidupan selanjutnya. Hanyalah sebuah kain kafan berwarna putih, pakaian agung dari yang teragung, yang akan kita gunakan untuk menghadap Allah swt.
Jangan mengira memiliki semua kemewahan itu bisa membuat kita bahagia. Biasanya kemewahan itu hanyalah modal utama dari rasa keserakahan kita untuk memonopoli diri kita sendiri. SADARLAH! Mungkin semua itu bukan yang terbaik untuk kita. Bisa saja kemewahan itu akan membuat kita lupa akan adanya Allah, akan adanya alam akhirat, akan adanya surga dan neraka, sehingga kita lalai akan kewajiban-kewajiban kita sebagai umat Nabi Muhammad saw.
Jangan pernah mengutuk diri sendiri jika kita terlahir sebagai seorang yang tidak berada. Sebab bisa jadi, yang sedikit itu mungkin bisa membawa kita pada keberkahan, membawa kita pada kebaikan, dan membawa kita pada ketenangan. Bisa jadi yang sedikit itu adalah amal untuk kita sebagai hamba yang selalu berucap syukur pada Allah swt di setiap keadaan. Insya Allah.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, Rasulullah bersabda kepada kami, sedang beliau adalah orang jujur dan terpercaya, "Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah (sperma) kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama waktu itu juga kemudian menjadi mudghah (segumpal daging) selama waktu itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan mencatat empat perkara yang telah ditentukan yaitu rizki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara atau bahagianya.
Maka demi Allah yang tiada Tuhan selainNya, sesungguhnya ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni surga, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia pun masuk neraka.
Ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni neraka, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan penghuni surga, maka ia pun masuk surga" (HR. Bukhari dan Muslim)
Yakinlah pada diri sendiri. Rizki, jodoh, dan kematian sudah ditentukan oleh Allah. Kita sebagai hambaNya hanya tinggal menjalani tanpa terlepas dari ikhtiar, do'a, dan tawakkal padaNya, sesuai dengan jalan hidup kita masing-masing.
Sumber: http://www.dudung.net

Minggu, 04 Desember 2011

. AJARAN KEDELAPANBELAS
Kunasehatkan kepadamu supaya kamu tidak muram atau mengeluhkan tentang kesusahan yang menimpa kamu dan mengadukannya kepada sahabatmu atau musuhmu. Dan jangan pula kamu menyalahkan Tuhanmu yang menjadikan kesusahan atau ujian itu. Adalah lebih baik kamu menerangkan kebaikan yang diberikan Allah kepadamu dan kesyukuranmu terhadap kebaikan itu. Kamu berbuat bohong dengan menerangkan kesyukuranmu atas karunia apa saja adalah lebih baik daripada kamu menyatakan dan menghebohkan dengan benar kesusahan yang kamu alami. Siapakah orangnya yang tidak pernah mendapatkan karunia Allah ? Allah SWT berfirman, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah)” (QS 14:34)
Berapa banyakkah karunia yang telah diberikan Allah kepadamu, sehingga kamu masih tidak sadar juga ? Janganlah kamu merasa senang kepada mahluk, janganlah kamu cinta kepada mahluk dan janganlah kamu menceritakan hal ihwal kamu kepada siapapun. Hendaklah cintamu itu kamu tujukan hanya kepada Allah semata, hendaklah kamu hanya merasa senang kepada-Nya dan hendaklah kamu mengadukan kesusahanmu hanya kepada-Nya pula.
Janganlah kamu melihat yang lain selain Allah, karena yang lain selain Allah iti tidak dapat memberikan mudharat atau manfaat, untung atau rugi, kebaikan atau kejahatan, menghina atau memuliakan, meninggikan atau merendahkan, memiskinkan, menggerakkan dan mendiamkan. Segala apa saja selain Allah, itu adalah ciptaan Allah dan berada di dalam kekuasaan-Nya serta pergerakan merekapun dengan ijin dan kehendak-Nya pula. Mereka akan tetap ada, selagi Allah masih menghendaki mereka untuk ada. Segala sesuatu itu ada di dalam masa yang telah ditentukan oleh Allah. Apa yang telah didahulukan tidak dapat dikemudiankan, dan apa yang telah dikemudiankan tidak dapat di didahulukan. Jika Allah hendak menimpakan bahaya kepada kamu, maka tidak ada yang dapat mengelakkan bahaya itu selain Dia juga. Jika Dia hendak memberikan kebaikan kepada kamu, maka tidak ada yang dapat mengelakkan kebaikan itu datang kepadamu, selain Dia jua.
Oleh karena itu, jika kamu muram dan mengeluh karena hatimu tidak puas ketika kamu mendapatkan kesenangan dan kemewahan, hanya lantaran kamu menginginkan untuk dilebihi dan ditambah nikmat kemewahan dan kesenangan itu, dan kamu menutup mata dari kesenangan dan kemewahan yang telah ada pada kamu dengan menuduh bahwa Allah SWT itu tidak berbuat baik kepadamu, maka Dia akan murka kepadamu, akan menarik kembali kesenangan dan kemewahan dari kamu, akan menyusahkanmu lebih berat lagi dan kamu akan dijauhkan daripada-Nya.
Maka, janganlah kamu mengeluh dan merintihm walaupun badanmu dipotong-potong dengan gunting. Peliharalah diri kamu. Takutlah kepada Allah dan berhati-hatilah.
Sesungguhnya kebanyakan bencana yang menimpa anak Adam itu adalah akibat keluhan dan ketidak ridhaan terhadap Allah. Patutkah seorang hamba Allah untuk mengeluh, muram dan tidak berpuas hati, padahal Allah itu Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil, Maha Tahu dan Maha Bijaksana ?
Nabi Muhammad pernah bersabda, “Kasih Allah kepada hamba-Nya adalah melebihi kasih ibu kepada anaknya.”
Wahai manusia, tunjukkanlah sopan santunmu yang baik. Bersabarlah di dalam menghadapi kesusahan, walaupun kamu merasa lesu letih untuk bersabar itu. Bersabarlah, di samping kamu bertawakal dan berserah diri kepada Allah. Ridhalah dengan Dia.
Jika kamu masih mendapatkan dirimu masih ada, maka hapuskanlah ke-ada-an kamu itu. Jika kamu sudah tidak ada, maka berada di manakah kamu ? Pernahkah kamu mendengar firman Tuhan, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:216)
Pengetahuan tentang hakekat sesuatu telah jauh dari kamu dan kamu telah tertutup dari hakekat itu. Oleh karena itu, janganlah kamu menunjukkan ketidaksopananmu jika kamu menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Jika kamu berada dalam peringkat pertama, yaitu peringkat orang-orang yang saleh, maka patuhlah kepada syari’at dalam semua perkara yang terjadi kepada kamu. Jika kamu berada pada peringkat kedua, yaitu peringkat wilayah (kewalian), maka ikutilah segala perintah dan janganlah kamu melampaui batas. Pada peringkat terakhir, hendaklah kamu ridha dengan ketentuan Allah, serasikanlah dirimu dengan-Nya, lenyaplah dan masuklah kamu ke dalam kedudukan dan posisi Abdal, Ghauts dan Shiddiq. Janganlah kamu mencoba menentang takdir, hadapkanlah selalu diri dan kehendak kamu kepada Allah dan janganlah kamu mengeluh dan tidak berpuas hati.
Apabila kamu telah berbuat demikian dan takdirmu adalah baik, maka Allah akan menambah lagi kebaikan untuk kamu, kehidupan yang sentosa dan kebahagiaan. Jika takdir untuk kamu itu tidak baik, maka Allah akan melindungi kamu dari perkara-perkara yang tidak baik itu melalui kepatuhan kamu kepada-Nya, dan Dia akan menghindarkan kamu dari kesalahan hingga berakhir masanya. Inilah nasehat untukmu.
Ketahuilah, bahwa di dalam diri manusia itu terdapat bermacam-macam kesalahan, dosa dan noda yang semua itu akan menjauhkan manusia dari Allah, kecuali jika manusia itu dibersihkan dari segala dosa dan noda itu. Tidak ada seorangpun yang dapat dekat dengan Allah, kecuali jika orang itu telah bersih dari kotoran takabur dan dosa, sebagaimana halnya orang itu tidak dapat duduk dekat raja, jika orang itu berbau busuk dan berbadan kotor. Oleh karena itu, bencana itu adaah pembersih dan penukar untuk mendapatkan yang baik. Nabi pernah bersabda, “Demam sehari itu akan menyapu bersih dosa setahun.
Sumber: Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib

Sabtu, 26 November 2011

AJARAN KETUJUHBELAS
Yang dimaksud dengan dekat dan bersatu dengan Tuhan itu ialah, kamu mengosongkan hati kamu dari mahluk, hawa nafsu dan lain-lain selain Allah, sehingga hati kamu hanya dipenuhi oleh Allah dan perbuatan-Nya saja. Kamu tidak bergerak, kecuali dengan kehendak Allah saja. Kamu akan bergerak jika Allah menggerakkan kamu. Keadaan seperti ini dinamakan ‘fana’. Fana inilah yang dimaksud dengan ‘bersatu dengan Tuhan’. Tetapi harus diingat, bahwa bersatu dengan Tuhan itu tidak seperti bersatu dengan mahluk atau dengan yang selain Tuhan.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Al-Khaliq itu tidak sama dengan apa saja yang kamu duga. Hanya orang yang telah mengalami dan menyadari bersatu dengan Tuhan itu sajalah yang dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan ‘bersatu dengan Tuhan’ itu. Orang yang belum pernah merasakan atau mengalaminya tidak akan dapat mengerti apa yang dimaksud dengannya. Setiap orang yang pernah merasakan pengalaman tersebut mempunyai perasaan dan pengalaman tersendiri. Dan masing-masing mempunyai perasaan dan pengalaman yang tersendiri pula.
Pada setiap Nabi, Rasul dan Wali Allah terdapat rahasia. Masing-masing mempunyai rahasianya tersendiri. Seseorang tidak akan dapat mengetahui rahasia seseorang lainnya. Kadang-kadang seorang murid mempunyai rahasia yang tidak diketahui oleh gurunya. Ada kalanya pula, rahasia yang dimiliki oleh guru itu tidak dapat diketahui oleh muridnya, meskipun murid itu sudah hampir sederajat dengan gurunya. Apabila seorang murid dapat mencapai keadaan kerohanian yang ada pada gurunya, maka murid itu diperintahkan untuk memisahkan dirinya dari gurunya itu. Dengan kata lain, dia sekarang telah setarap dengan gurunya. Murid itupun berpisahlah dari gurunya dan Allah sajalah yang menjadi penjaganya. Kemudian Allah akan memisahkannya dari seluruh mahluk.
Bolehlah diibaratkan bahwa guru itu laksana ibu dan murid itu laksana bayinya yang masih menyusu. Apabila si bayi telah mencapai usia dua tahun, maka berhentilah dia meyusu dari ibunya. Tidak ada lagi kebergantungan kepada mahluk, setelah hawa nafsu amarah dan kehendak-kehendak kemanusiaan hapus. Guru atau syaikh itu hanya diperlukan selagi murid masih mempunyai hawa nafsu angkara murka dan kehendak-kehendak badaniah yang perlu dihancurkan. Setelah semua itu hilang dari hati si murid tadi, maka guru itu tidak lagi diperlukan, karena si murid sekarang sudah tidak lagi memiliki kekurangan atau dia telah sempurna.
Oleh karena itu, apabila kamu telah bersatu dengan Tuhan, maka kamu akan merasa aman dan selamat dari apa saja selain Dia. Kamu akan mengetahui bahwa tidak ada yang wujud melainkan Dia saja. Kamu akan mengetahui bahwa untung, rugi, harapan, takut dan bahkan apa saja adalah dari dan karena Dia juga. Dia-lah yang patut ditakuti dan kepada Dia sajalah meminta perlindungan dan pertolongan. Karenanya, lihatlah selalu perbuatan-Nya, nantikanlah selalu perintah-Nya dan patuhlah selalu kepada-Nya. Putuskanlah hubunganmu dengan apa saja yang bersangkutan dengan dunia ini dan juga dengan akhirat. Janganlah kamu melekatkan hatimu kepada apa saja selain Allah.
Anggaplah seluruh yang dijadikan Allah ini sebagai seorang manusia yang telah ditangkap oleh seorang raja yang agung dan gagah; raja itu telah memotong kaki dan tangan orang tadi dan menyalibnya pada sebatang pohon yang terletak di tepi sebuah sungai yang besar lagi dalam, raja itu bersemayam di atas singgasana yang tinggi dengan dikawal oleh hulu balang yang gagah berani yang dilengkapi persenjataan yang lengkap dan raja itu melempar orang tadi dengan seluruh senjata yang ada padanya. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melihat keadaan ini, lalu memalingkan pandangannya dari raja itu dan takut kepadanya, sebaliknya ia berharap dan meminta kepada orang itu dan bukannya kepada raja yang agung itu ? Jika ada orang yang gentar dan takut kepada orang yang tersalib itu, dan bukannya kepada raja, maka orang ini adalah orang yang bodoh, gila dan tidak sadar.
Oleh karena itu, mintalah perlindungan kepada Allah dari menjadi buta setelah Dia memberikan penglihatan, dari berpisah setelah disatukan-Nya, dari berjauhan setelah didekatkan-Nya, dari tersesat setelah Dia memberikan petunjuk dan dari kekufuran setelah Dia memberikan keimanan.
Dunia ini bagaikan sebuah sungai yang lebar, airnya senantiasa mengalir dan selalu bertambah setiap hari. Begitu juga halnya dengan nafsu kebinatangan, manusia itu selalu merasa tidak puas, semakin tampak dan semakin tak sadarkan diri. Hidup manusia di dunia ini senantiasa penuh dengan ujian dan cobaan. Di samping mendapatkan kebahagiaan, kadangkala manusia juga dikelilingi oleh penderitaan.
Orang yang mempunyai akal pikiran yang sempurna, mau berpikir dan mengetahui hakekat, akan mengetahui bahwa pada hakekatnya tidak ada kehidupan yang sebenarnya melainkan kehidupan akhirat saja. Oleh karena itu, Nabi besar Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada kehidupan, kecuali kehidupan di akhirat.” Bagi orang yang beriman, hal ini adalah benar. Nabi Muhammad selanjutnya mengatakan, “Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir.” Nabi juga pernah menyatakan bahwa, “Orang yang baik itu terkekang.”
Pada hakekatnya, kesentosaan dan kebahagiaan itu terletak dalam hubungan yang langsung dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tawakal yang bulat kepada-Nya dan senantiasa ridha dengan-Nya. Jika kamu telah dapat melakukan hal yang demikian itu, maka bebaslah kamu dari dunia ini dan Allah akan memberimu kesenangan, keselamatan, kesentosaan, kasih sayang dan ridha Illahi.
Sumber: Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib

Sabtu, 12 November 2011

AJARAN KELIMABELAS dan ENAM BELAS
Aku bermimpi seolah-olah aku berada di dalam sebuah tempat seperti sebuah masjid. Di dalam tempat itu terdapat beberapa orang yang sedang mengasingkan diri mereka dari orang ramai. Aku berkata dalam diriku sendiri, “Jika si Anu itu berada di sini, tentu dia dapat mengatur orang-orang ini dan memberikan pandangan-pandangan yang baik kepada mereka.” Aku teringat kepada seorang saleh tertentu.
Orang-orang itu datang mengelilingi aku. Kemudian salah seorang di antara mereka berkata kepadaku, “Apa yang telah terjadi padamu ? Mengapa kamu tidak berbicara ?”. Maka akupun berkata, “Jika tuan mengijinkan, maka aku akan berkata.” Lalu kataku, “Apabila kamu telah mengasingkan diri dari khalayak ramai karena Yang Haq, maka janganlah kamu meminta dengan lidahmu. Apabila kamu telah berhenti meminta dengan lidah, maka janganlah kamu meminta dengan hatimu. Sebab, meminta dengan hati itu sama halnya dengan meminta dengan lidah. Ketahuilah, bahwa dalam setiap hari Allah berada dalam keagungan-Nya yang baru, serta menukar, mengganti, meninggikan dan merendahkan manusia. Tarap setengah manusia ditinggikan-Nya dan tarap setengah lainnya direndahkan-Nya. Kemudian, kepada mereka yang mempunyai tarap atau derajat tinggi, diingatkan bahwa tarap mereka yang tinggi itu bisa Dia rendahkan, dan mereka diberi harapan bahwa Dia akan memelihara mereka dan menetapkan kedudukan mereka itu. Kepada mereka yang bertarap rendah, juga diingatkan bahwa mereka akan dibiarkan berada dalam kehinaan. Mereka tidak diberi harapan untuk naik ke tarap yang tinggi.” Setelah itu, akupun terjaga dari mimpiku.
. AJARAN KEENAMBELAS
Tidak ada yang dapat menghalangi kamu untuk mendapatkan keridhaan dan pertolongan langsung dari Allah, selain dari pada kebergantungan kamu kepada manusia dan tatacara penghidupan dan pendapatan kamu. Manusia menjadi penghalang bagi kamu untuk mencapai kehidupan yang diamalkan oleh Nabi, yaitu yang berkenaan dengan pendapatan. Selagi kamu masih mengharapkan hadiah dan keridhaan manusia serta meminta-minta kepada mereka, maka berarti kamu telah menyekutukan Allah dengan yang lain. Dengan demikian, kamu tidak akan dapat mencapai kehidupan yang telah diamalkan oleh Nabi, yaitu pendapatan secara halal dari dunia ini.
Apabila kamu menjauhkan kehidupan kamu dengan manusia, dengan menyekutukan mereka dengan Allah, dengan bergantung kepada pendapatan kamu, dengan berpuas hati dengannya, dan dengan lupa kepada karunia Allah, maka berarti kamu telah bersikap seperti orang musyrik. Syirik di sini lebih halus daripada syirik yang terdahulu. Karenanya, Allah akan menghukum kamu dan menjauhkan kamu dari keridhaan-Nya.
Apabila kamu telah keluar dari keadaan semacam ini dan membuang syirik jauh-jauh; melepaskan kebergantungan hati kamu kepada pendapatan kamu dan kepada daya dan upaya kamu; kamu melihat bahwa Allah-lah yang sebenarnya memberi kehidupan itu, menjadikan sebab dan akibat, memberi kekuatan untuk mencari pendapatan dan memberi kekuatan kepada segala yang baik; dan kamu mengetahui bahwa kehidupan itu berada di tangan-Nya, yang kadang-kadang dibawa-Nya kepada kamu melalui manusia dengan cara kamu meminta kepada mereka pada masa ujian dan perjuangan, atau melalui permohonanmu kepada-Nya, atau kadang-kadang melalui pemberian manusia, dan atau melalui karunia-Nya yang sedemikian rupa, sehingga kamu tidak melihat sebab dan cara datangnya; maka kamu menuju kepada Dia dan kembali ke hadirat-Nya Yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Yang demikian itu jika Dia menyingkapkan tirai yang melindungi kamu dari keridhaan-Nya dan membuka pintu rizki dengan kehendak-Nya di dalam keadaan perlu, bersesuaian dengan keperluan kamu ketika itu, misalnya dokter yang menjadi sahabat bagi pasien. Inilah perlindungan dari Dia Yang Maha Mulia dan Maha Agung, untuk membersihkan kamu dari kecenderungan kepada yang lain selain Dia. Dan dengan itu, maka Dia meridhai kamu.
Oleh karena itu, apabila Dia telah mengosongkan hati kamu dari setiap tujuan, nafsu dan kehendak, maka Dia akan memenuhi hati kamu dengan tujuan dan kehendak-Nya semata-mata. Apabila Dia hendak memberikan bagianmu kepadamu dan bukan bagian orang lain, maka kamu pasti bisa mendapatkan bagian kamu itu dan Dia akan mengarahkanmu untuk mendapatkan bagian kamu itu, lalu bagian kamu itu akan sampai kepadamu pada saat-saat kamu memerlukannya. Kemudian, Dia akan memberi kekuatan kepada kamu untuk bersyukur kepada-Nya. Hal ini akan menambah keinginan kamu untuk menjauhkan diri dari orang banyak dan untuk mengosongkan hati kamu dari apa saja selain Allah.
Apabila ilmu da kepercayaanmu telah bertambah kuat dan teguh, hati kamu telah lapang dan bercahaya, kamu bertambah dekat kepada Allah dan kamu telah pantas untuk memelihara rahasia-rahasia- Nya, maka kamu akan diberi ilmu untuk mengetahui terlebih dahulu waktu bagian kamu itu akan sampai kepadamu. Dan ini adalah tanda bahwa kamu telah diberi kemuliaan dan keridhaan-Nya. Inilah karunia-Nya, kasih sayang-Nya, pengarahan dan bimbingan-Nya. Firman Allah, “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS 32:24) Dan firman-Nya pula, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS 29:69)
Allah juga berfirman, “Dan takutlah kamu kepada Allah, dan Dia akan mengajar kamu. Kemudian akan diberi-Nya kamu kekuatan untuk mengawal alam dengan kebenaran yang terang, yang tidak ada kegelapan di dalamnya, dengan tanda-tanda yang nyata dan terang seperti terangnya matahari, dengan
perkataan yang manis-manis yang lebih manis dari segala yang manis dan dengan wahyu yang sebenarnya,
tanpa kegelapan apapun, dan bebas dari nafsu-nafsu kebinatangan dan dari hasutan setan yang dilaknat.”
Allah berfirman dalam kitabnya, “Wahai anak Adam, Aku-lah Tuhan. Tidak ada yang patut disembah selain Aku. Apabila Aku berkata kepada seuatu, “Jadilah !”, maka jadilah ia. Patuhlah kepada-ku, sehingga Aku jadikan kamu bila berkata kepada sesuatu “Jadilah !”, maka jadilah ia.” Yang semacam itu telah Dia lakukan kepada kebanyakan para Nabi dan para Wali serta orang-orang khusus yang diridhai-Nya dari anak Adam. .sumber: Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib
KH SHOLEH DARAT Pelopor Penerjemahan Al-Qur’an
Peran Kiai Soleh Darat dalam menyebarkan Islam tak hanya semasa hidupnya maupun warisan pesantrennya. Sebab murid-muridnya adalah para pendiri organisasi Islam, pengasuh pesantren dan pendakwah agama yang terus menghasilkan kader-kader da’i berikutnya. Sampai akhir zaman.

Wali ini yang hidup sezaman dengan dua waliyullah besar lainnya, Syekh Nawawi Al-Bantani dan Kiai Kholil Bangkalan, Madura ini disebut sebagai gurunya para ulama tanah Jawa.

Murid-muridnya itu, diantaranya, KH Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan Syaikh Mahfudh Termas Pacitan (pendiri Pondok Pesantren Termas), KH Idris (pendiri Pondok Pesantren Jamsaren Solo), KH Sya’ban (ahli falak dari Semarang), Penghulu Tafsir Anom dari Keraton Surakarta, KH Dalhar (pendiri Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan), KH Munawir (Krapyak Yogyakarta), KH Abdul Wahab Chasbullah Tambak Beras Jombang, KH Abas Djamil Buntet Cirebon, KH Raden Asnawi Kudus, KH Bisri Syansuri Denanyar Jombang dan lain-lainnya. Para murid itu ada yang belajar pada Kiai Soleh Darat sewaktu masih di Mekah maupun setelah di Semarang.

”Bisa dikatakan, Kiai Soleh Darat adalah embahnya para ulama di Jawa, karena menjadi guru dari guru ulama yang ada sekarang,” terang KH Ahmad Hadlor Ihsan, mantan Rois Syuriyah PCNU Kota Semarang yang juga pengasuh Ponpes Al-Islah Mangkang, Tugu, Semarang.

Semasa hidupnya, selain mengajar masyarakat awam, Kiai Soleh Darat juga aktif mengisi pengajian di kalangan priyayi. Di antara jamaah pengajiannya adalah Raden Ajeng Kartini, anak Bupati Jepara.

RA Kartini pernah punya pengalaman tidak menyenangkan saat mempelajari Islam. Guru ngajinya memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Al-Qur’an. Ketika mengikuti pengajian Kiai Soleh Darat di pendopo Kabupaten Demak yang bupatinya adalah pamannya sendiri, RA Kartini sangat tertarik dengan Kiai Soleh Darat. Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat Al-Fatihah.

RA Kartini lantas meminta romo gurunya itu agar Al-Qur'an diterjemahkan. Karena menurutnya tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya. Pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan Al-Qur’an. Dan para ulama waktu juga mengharamkannya. Mbah Shaleh Darat menentang larangan ini. Karena permintaan Kartini itu, dan panggilan untuk berdakwah, beliau menerjemahkan Qur’an dengan ditulis dalam huruf Arab pegon sehingga tak dicurigai penjajah.

Kitab tafsir dan terjemahan Al-Qur’an itu diberi nama Faidh al-Rahman fi Tafsir Al-Qur’an. Tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Jilid pertama yang terdiri dari 13 juz. Mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat Ibrahim.

Kitab itu dihadiahkannya kepada RA Kartini sebagai kado pernikahannya dengan RM Joyodiningrat, Bupati Rembang. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya.

Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan: “Selama ini al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami.”

Melalui kitab itu pula Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya. Yaitu Surat Al-Baqarah ayat 257 yang mencantumkan, bahwa Allah-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (Minadh-Dhulumaati ilan Nuur).

Kartini terkesan dengan kalimat Minadh-Dhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya karena ia merasakan sendiri proses perubahan dirinya.

Kisah ini sahih, dinukil dari Prof KH Musa al-Mahfudz Yogyakarta, dari Kiai Muhammad Demak, menantu sekaligus staf ahli Kiai Soleh Darat.

Dalam surat-suratnya kepada sahabat Belanda-nya, JH Abendanon, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. Sayangnya, istilah “Dari Gelap Kepada Cahaya” yang dalam Bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht” menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan Armijn Pane dengan kalimat “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Mr. Abendanon yang mengumpulkan surat-surat Kartini menjadikan kata-kata tersebut sebagai judul dari kumpulan surat Kartini.
Tentu saja ia tidak menyadari bahwa kata-kata tersebut sebenarnya dipetik dari Al-Qur’an. Kata “Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur“ dalam bahasa Arab tersebut, tidak lain, merupakan inti dari dakwah Islam yang artinya: membawa manusia dari kegelapan (jahiliyyah atau kebodohan) ke tempat yang terang benderang (petunjuk, hidayah atau kebenaran).

Kitab Tafsir Kiai Soleh itu, walau tidak selesai 30 juz Al-Qur'an, dicetak pertama kali di Singapura pada tahun 1894 dengan dua jilidan ukuran folio. Sehingga walau pengarangnya telah wafat, pengajian kitab ini jalan terus. Karena referensi pribumi Jawa yang bermukim di tanah melayu. Bahkan kaum muslim di Pattani, Thailand Selatan juga memakai kitab ini.

Hingga kini Karya-karya Mbah Soleh Darat masih dibaca di pondok-pondok pesantren dan majelis taklim di Jawa. Sebagian besar bukunya sampai sekarang terus dicetak ulang oleh Penerbit Toha Putera, Semarang.

Sederhana plus Progresif
Sebagaimana umumnya ulama, Kiai Soleh Darat sangat bersahaja dan tawadhu. Akhlaknya sangat terjaga dari kesombongan. Dalam semua kitabnya, ia selalu selalu merendah dan menyebut dirinya sebagai orang Jawa awam yang tak faham seluk-beluk Bahasa Arab.

Di prolog kitabnya selalu tertulis “buku ini dipersembahkan kepada orang awam dan orang-orang bodoh seperti saya”. Dalam pendahuluan Terjemahan Matan al-Hikam terbitan Toha Putra Semarang tertera: “ini kitab ringkasan dari Matan al-Hikam karya al-Allamah al-Arif billah Asy-Syaikh Ahmad Ibnu Atha’illah. Saya ringkas sepertiga dari asal agar memudahkan orang awam seperti saya. Saya tulis dengan Bahasa Jawa agar cepat dipahami oleh orang yang belajar agama atau mengaji”.

Bahkan, meski beliau keturunan Nabi Muhammad (sayyid/habib), yang nasabnya dari Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) putra Raden Rahmat (Sunan Ampel), hal itu tak pernah dikatakannya. Bagi Mbah Soleh, orang dihormati karena ilmu dan amalnya. Bukan garis keturunannya.

Kiai Soleh Darat selalu menekankan kepada muridnya agar giat menuntut ilmu. Dia berkata: “Inti sari Al-Qur’an adalah dorongan kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan hidupnya di dunia dan akhirat”.

Diperingatkannya, orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dalam keimanannya, maka akan jatuh pada keyakinan sesat. Sebagai misal, paham kebatinan yang mengajarkan bahwa amal yang diterima Allah adalah amaliyah hati yang dipararelkan dengan paham Manunggaling Kawulo Gusti-nya Syekh Siti Jenar dan berakhir tragis pada perilaku taqlid buta (anut asal ikut).

”Iman orang taklid tidak sah menurut ulama muhaqqiqin (ahli hakikat),” demikian tegasnya. Kata itu tersurat dalam Kitab Tarjamah Sabil al-‘Abid ‘Ala Jauharah al-Tauhid karya Mbah Soleh Darat. Lebih jauh beliau peringatkan masyarakat tak terpesona oleh orang yang mengaku memiliki ilmu hakekat tapi meninggalkan syariat seperti sholat dan amalan fardhu lainnya. Kemaksiatan berbungkus kebaikan tetap saja namanya kebatilan, demikian inti petuah beliau.
Tauhid yang Tepat
Kiai Soleh Darat dikenal sebagai ahli ilmu kalam. Ia adalah pendukung teologi Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturudi. Dalam kitab Tarjamah Sabil al-’Abid ‘ala Jauharah at-Tauhid dia mengemukakan penafsirannya atas sabda Rasulillah SAW mengenai terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan sepeninggal Nabi, dan hanya satu golongan yang selamat.

Menurutnya, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan oleh Rasulillah SAW, yaitu melaksanakan pokok-pokok kepercayaan Ahlussunah Waljamaah Al-Asy’ariyah, dan Maturidiyah.

Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan.

Tradisi berpikir kritis dan mengajarkan ilmu agama terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.


Ikon Kota Semarang

Menurut Ketua Pengajian Ahad Pagi KH Muhamamd Muin, Kiai Soleh Darat lahir di Dukuh Kedung Jumbleng Kecamatan Mayong, Jepara, sekitar tahun 1820 (1235 H). Beliau wafat di Semarang, tanggal 18 Desember 1903/28 Ramadhan 1321 H dalam usia 83 tahun.Kata ''Darat'' di belakang nama Kiai Soleh adalah sebutan masyarakat untuk menunjukkan tempat dia tinggal, yakni di Kampung Darat, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara.

Ayahnya, KH Umar, adalah ulama terkemuka yang dipercaya Pangeran Diponegoro dalam perang melawan Belanda di wilayah pesisir utara. Setelah mendapat bekal ilmu agama dari ayahnya, Soleh kecil mulai mengembara, belajar dari satu ulama ke ulama lain.

Lalu bersama ayahnya pergi ke Singapura, belanjut pergi haji sekaligus melanjutkan studi di Mekah. Setelah ayahnya wafat di tanah suci, Soleh berhasil mendapat ijazah dari ulama terkemuka di Mekah dan ia lalu menjadi guru besar di sana.

Banyaknya umat yang hadir di haulnya, memang menjadi tengara kebesaran namanya. Tak dapat dipungkiri, ulama besar itu memang telah menjadi ikon Semarang di masa lalu.

Mengingat beliau termasuk perintis kemerdekaan, tokoh perlawanan terhadap penjajah melalui ilmu pengetahuan, selayaknya diberi gelar Pahlawan sebagaimana sebagian para muridnya.
Penulis : Muhammad ichwan
Redaktur : Syaifullah Amin
Sumber:http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/13/33853/Tokoh/Pelopor_Penerjemahan_Al_Qur_rsquo_an__.html

Senin, 31 Oktober 2011

. AJARAN KEEMPATBELAS
Wahai mereka yang menjadi hamba hawa nafsu mereka ! Janganlah kamu mengira bahwa diri kamu masuk ke dalam golongan mereka yang menjadi ahli Allah. Kamu telah menghambakan diri kamu kepada hawa nafsu kamu, sedangkan mereka menghambakan diri mereka kepada Allah SWT. Kamu menghendaki dunia, sedangkan mereka menghendaki akhirat. Kamu hanya melihat dunia ini saja, sedangkan mereka melihat Tuhan yang menjadikan langit dan bumi. Kesenanganmu terletak pada mahluk, sedangkan kesenangan mereka terletak pada Allah. Hati kamu terikat kepada Dunia, tetapi hati mereka terikat kepada Allah Yang Maha Agung. Kamu adalah mangsa setiap apa yang kamu lihat, tetapi mereka adalah mangsa apa yang tidak kamu lihat, mereka melihat Allah yang menjadikan segala perkara yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala. Mereka telah mencapai tujuan hidup dan mendapatkan kesejahteraan, sedangkan kamu masih saja terbenam di dalam nafsu keduniaanmu.
Mereka menghilang dari mahluk, dari nafsu keduniaan dan dari kehendak mereka sendiri. Sehingga dengan demikian, mereka dapat sampai ke hadlirat Illahi yang memberi mereka kekuatan untuk mencapai puncak wujud mereka, seperti menta’ati dan memuji Allah. Inilah karunia Illahi yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Mereka menjadikan keta’atan kepada Allah dan pujian terhadap-Nya sebagai kewajiban mereka. Mereka berpegang teguh kepada-Nya dengan pertolongan yang diberikan-Nya kepada mereka. Semua ini mereka lakukan tanpa mengalami kesukaran apa-apa. Maka jadilah ketaatan mereka itu sebagai nyawa dan santapan mereka.
Dengan demikian, dunia ini menjadi berkat bagi mereka dan memberikan nikmat kepada mereka, seakan-akan dunia ini telah menjadi surga bagi mereka. Karena, apabila mereka melihat sesuatu, maka sebelum mereka melihatnya, mereka terlebih dahulu melihat perbuatan Allah yang menjadikan segalanya itu. Orang-orang ini membekali diri dengan kekuatan yang ada di bumi dan di langit, serta menyenangkan mereka yang telah mati dan masih hidup. Karena Tuhan mereka telah menjadikan mereka seperti pasak bumi (gunung) yang dijadikan-Nya ini. Oleh karena itu, mereka menjadi seperti gunung yang berdiri dengan megah dan agung. Janganlah kamu mengacau mereka dan jangan pula kamu menghalangi perjalanan mereka yang ibu-bapak dan sanak-saudara mereka tidak dapat menyelewengkan mereka dari tujuan mereka. Mereka adalah orang-orang terbaik yang dijadikan Allah di muka bumi ini. Keridhaan dan kesejahteraan dikaruniakan oleh Allah kepada mereka, selagi langit dan bumi masih ada.
Sumber: Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib
Kekuatan Sedekah

Dikisahkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad :
Tatkala Allah Ta’ala menciptakan bumi, maka bumipun bergetar. Lalu Allah menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumipun terdiam.
Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada gunung?”
Allah menjawab, “Ada, yaitu besi” (kita mafhum bahwa gunung batupun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi),
Para malaikat bertanya lagi “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada besi?”
Allah yang Maha Suci menjawab, “Ada , yaitu api” (besi, bahkan bajapun bisa menjadi cair dan lumer setelah dibakar api),
Para malaikat kembali bertanya “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada api?”
Allah yang Maha Agung menjawab, “Ada , yaitu air” (api membara sedahsyat apapun niscaya akan padam jika disiram air),
Para malaikatpun bertanya kembali “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada air?”
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna menjawab, “Ada, yaitu angin” (air disamudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tiada lain karena kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat),
Akhirnya para malaikatpun bertanya lagi “Ya Allah, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dahsyat dari itu semua?”
Allah yang Maha Gagah dan Maha Dahsyat kehebatannya menjawab, “Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya”.
Artinya, yang paling hebat, paling kuat dan paling dahsyat sebenarnya adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.
Berkaitan dengan ikhlas ini, RasulAllah SAW mengingatkan dalam pidatonya ketika beliau sampai di Madinah pada waktu hijrah dari Makkah : “Wahai segenap manusia! Sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat, dan seseorang akan mendapatkan (pahala) sesuai dengan apa yang diniatkannya”.
Oleh karena itu hendaknya kita selalu mengiringi sedekah kita dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah semata, tanpa tendensi ingin dipuji, dianggap dermawan, dihormati, dll yang dapat menjadikan sedekah kita menjadi sia-sia.
Allah berfirman :
لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ“
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “ ( Al Baqarah : 93 )
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, diantaranya adalah :
( 1 ) TEORI KEKEKALAN ENERGI
Pada ayat di atas, Allah swt meletakkan suatu kaidah yang sangat penting sekali di dalam kehidupan manusia. Kaidah tersebut adalah “ bahwa manusia ini tidak akan mendapatkan kebahagian dan keberhasilan di dalam kehidupannya baik sewaktu di dunia ini maupun di akherat nanti, kecuali jika ia mau mengorbankan apa yang dicintainya demi kehidupan manusia itu sendiri. “
Hal itu sangat terlihat jelas pada ayat di atas. Kita dapatkan di dalamnya, bahwa Allah swt memberikan syarat bagi setiap manusia yang ingin mendapatkan kebaikan -dan tentunya keberhasilan - untuk terlebih dahulu memberikan kepada orang lain sesuatu yang dicintainya, yang kemudian kita kenal dengan istilah infak dan sedekah. Infak dan sedekah ini benar-benar mempunyai pengaruh yang sangat signifikan atau bahkan sangat dahsyat di dalam kehidupan manusia ini. Tidak ada seorang-pun di dunia yang berhasil dalam bidang apapun juga, kecuali dia telah mengorbankan apa yang dicintainya demi mencapai sebuah cita-cita yang diidam-idamkannya. Teori atau kaidah yang diletakkan Allah tersebut, pada akhir-akhir ini ternyata mendapatkan sambutan yang begitu hebat dari kalangan para pakar psikologi dan orang-orang yang bergelut di dalam management dan pengolahan SDM ( Sumber Daya Manusia ) . Mereka menyebut kaidah ini dengan « Teori Kekekalan Energi « . Mereka percaya bahwa energi atau amal perbuatan baik yang dikerjakan manusia tidak hilang dari alam ini, akan tetapi berubah bentuk.
Lihat umpamanya apa yang dinyatakan oleh John F. Kennedy ( 1961 ) : “ Apabila suatu masyarakat-bebas tidak dapat membantu banyak orang yang miskin, masyarakat tersebut akan gagal menyelamatkan sedikit orang kaya “
Perkembangan tersebut semakin membuktikan akan kebenaran Al Qur’an ini dan bahwa Al Qur’an ini adalah solusi alternatif di dalam mengentas problematika-problematika kehidupan manusia.
( 2 ) ANTARA IMSAK DAN INFAK
Berkata Hasan Basri : “ Sesungguhnya kalian tidak akan bisa meraih apa yang anda inginkan kecuali kalau kalian mampu meninggalkan sesuatu yang menyenangkan , dan kalian tidak akan mendapatkan apa yang kalian cita-citakan kecuali dengan bersabar dengan sesuatu yang kalian tidak senangi “
Perkataan Hasan Basri di atas telah memberikan isyarat bagi kita tentang tata cara menapak tangga-tangga prestasi. Beliau memberikan dua jalan untuk mencapai sebuah prestasi yaitu dengan : Imsak ( Menahan Diri dari hal-hal yang melalaikan ) dan Infak ( Mengorbankan/ menginfakkan apa yang dicintainya ) .
Untuk Infak telah disebutkan pada ayat 9 dari Surat Ali Imran di atas. Adapun Imsak disebutkan Allah pada ayat lain, yaitu dalam surat Al Nazi’at, ayat : 37- 41 : « Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya ( Al Nazi’at, ayat : 37- 41 «)

SEDEKAH MELIPUTI SELURUH AMAL SHOLEH
Ibnu Umar ra berpendapat bahwa sedekah / infak pada ayat di atas mencakup sedekah/ infaq wajib dan sedekah tathowu’ ( yang tidak wajib ) .
Tetapi, menurut hemat saya, infak atau sedekah di atas mencakup seluruh amal sholeh yang bermanfaat bagi orang lain, seperti membantu orang yang kesusahan, dl, . Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang disebutkan Ibnu Al Arabi di dalam Ahkam Al Qur’an ‘ bahwa sedekah di atas meliputi seluruh amal perbuatan baik , kemudian beliau mengatakan : « Inilah pendapat yang benar, karena ayat di atas bersifat umum «
Pendapat ini dikuatkan juga dengan sebuah hadist bahwasanya Rosulullah saw bersabda : « Setiap perbuatan baik yang bermanfaat bagi orang lain adalah sedekah « .
Diantara contoh- contoh sedekah yang berupa amal sholeh yang bermanfaat bagi orang lain adalah sebagai berikut :
1. Bertasbih , bertakbir , bertahmid dan bertahlil - Para ulama menyebutkan bahwa amalan di atas disebut sedekah karena pahala orang yang mengerjakannya sebagaimana pahala orang yang bersedekah, atau karena amalan tersebut membuatnya bersedkah pada dirinya sendiri.
2. Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar - Setiap kali seseorang berbuat Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar ,maka dihitung satu sedekah. Amalan ini jauh lebih mulia dan lebih utama , serta pahalanya lebih banyak dibanding dengan amalan yang pertama, karena yang pertama ( tasbih dst ) hukumnya sunnah sedangkan yang kedua ( amar ma’ruf dst ) hukumnya fardhu kifayah dan kadang berubah menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana telah diketahui bahwa pahala amalan wajib jauh lebih besar dibanding dengan pahala amalan yang sunnah. Bahkan Imam Haramain , salah seorang ulama besar dari kalangan Madzhab Syafi’i mengatakan : « Pahala amalan wajib lebih utama sebanyak tujuh puluh ( 70 ) derajat diatas amalan sunnah«. Beliau merujuk pada hadist Qudsi bahwasanya Allah swt berfirman : « Tidak ada dari amalan hamba-Ku yang lebih Aku cintai dari pada amalan yang Aku wajibkan kepada-nya « Selain itu Amar Ma’ruf Nahi mungkar manfaatnya bisa dirasakan orang banyak sedangkan tasbih dan tahmid manfaatnya hanya dirasakan dirinya sendiri.
3. Menyalurkan Syahwatnya pada tempat yang halal. - Para ulama menyebutkan bahwa hal-hal yang mubah bisa berubah menjadi sebuah ibadah dan ketaatan hanya dengan niat yang baik. Jika seseorang menyalurkan syahwatnya pada tempat yang halal dan berniat melaksanakanperintah Allah untuk menggauliistrinya dengan baik, atau mengharap anak yang sholeh, atau untuk menjaga dirinya dan istrinya dari perbuatan haram, maka terhitung ibadah yang mendapatkan pahala dari Allah swt.
4. Beristighfar
5. Menyingkirkan batu atau duri atau hal-hal lain yang membahayakan orang lain dari jalan.
6. Membantu orang yang kesusahan.
7. Tidak mengerjakan maksiat atau kejahatan.
8. Membantu orang lain mengangkat barang ke atas kuda atau mobil.
9. Berbicara baik dan sopan.
10. Berjalan menuju masjid .
SEDEKAH YANG PALING UTAMA
Sedekah yang paling utama adalah menginfakkan harta yang paling dicintainya di jalan Allah, sebagaimana yang dikerjakan oleh para sahabat di atas.
Berkata ‘Atho’ ( seorang ulama tabi’in ) : “ Kalian tidak akan mendapatkan kemulian Islam dan Taqwa sehingga kalian bersedekah dalam keadaan sehat , ingin hidup secara baik dan takut tertimpa kemiskinan “
Perkataan Atho’ diatas menunjukkan bahwa fitrah manusia mencintai hal-hal yang membuatnya enak.

Sumber: http://www.alifahrudin.com/2010/12/kekuatan-sedekah.html

Senin, 17 Oktober 2011

Siapakah Wali Allah itu?
by SufiMuda

Ingatlah, sesungguhnya para wali Allah tiada ketakutan pada diri mereka dan tiada pula mereka berduka cita. (QS. Yunus : 62).
Tulisan ini saya tujukan kepada orang-orang yang ingin mencari dan bertemu dengan Kekasih Allah yang setiap zaman diturunkan oleh Allah SWT ke dunia untuk membimbing manusia agar tetap di jalan yang diridhai-Nya. Tulisan ini mudah-mudahan bisa membuka hijab orang-orang yang selama ini mengingkari adanya Wali Allah. Siapakah Wali Allah itu? Dan bagaimana kita bisa mengetahui kalau seseorang mempunyai derajat Wali? Berikut pendapat para Syekh tentang Wali Allah.
Abu Yazid al Busthami mengatakan: Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya. Mereka itu terkurung pada sisi-Nya di dalam hijab (dinding penutup) kegembiraan dan takkan dapat melihat kepada mereka seorangpun di dunia ini maupun diakhirat, yakni tiada dapat mengetahui rahasia mereka.
Tanda (alamat) bagi seorang wali itu ada tiga: yakni agar menjadikan kemauan kerasnya demi untuk Allah, pelariannya kepada Allah dan kemasygulannya dengan Allah. Pendapat lain menyatakan, bahwa tanda seorang wali adalah memandang diri dengan kerendahan dan merasa takut akan kejatuhan dirinya dari martabat yang ia berada di atasnya, sambil tidak percaya dengan sesuatu kekeramatan yang nyata bagi dirinya, tiada pula ia tertipu dengannya. Tiada ia memohonkan kekeramatan itu untuk dirinya dan tiada pula ia mengakui (kekeramatan itu).
Al Khaffaz telah berkata: Apabila Allah berkehendak untuk menjadikan hamba-Nya seorang wali, niscaya dibukakan baginya pintu dzikir. Apabila ia telah merasa lezat dengan dzikir itu, maka dibukakan pula atasnya pintu pendekatan. Kemudian ditinggikan martabat-Nya kepada majelis-majelis kegembiraan. Lalu ia didudukkan di atas kursi keimanan untuk disingkapkan (dibukakan) daripadanya hijab (tabir penutup) dan dimasukkannya ia ke pintu gerbang ke-Esaan serta diungkapkan baginya garis-garis ke-Maha Agungan Allah. Pada saat penglihatannya tertuju kepada ke-Maha Agungan serta kebesaran-Nya, niscaya ia akan tinggal tanpa dirinya dan akan menjadi fana (lenyap) untuk tiba menuju pemeliharaan (penjagaan) Allah, agar terlepas dari segala pengakuan dirinya. Baru kemudian ia pun menjadi seorang wali.
Mungkin seorang wali menjadi batal kewaliannya dalam sebagian hal ihwal. Akan tetapi, yang umum atas diri wali di dalam perjalanannya dari kebatalan menuju pada ketetapan adalah kesungguhannya menunaikan hak-hak Allah Swt berbelas kasih kepada para makhluk-Nya dalam segala hal ihwal dengan hati yang sabar, sambil memohon kepada Allah, segala kebaikan diberikan untuk para makhluk. (Mahmud Abul Faidi al Manufi al Husain, Jamharotul Aulia’ Terjemah Abu Bakar Basymeleh, th.1996, Mutiara Ilmu, Surabaya, hlm. 179).
Al Quthub Abdul Abbas al Mursi, menegaskan dalam kitab yang ditulis oleh muridnya, Lathaiful Minan, karya Ibnu Athaillah as Sakandari, “Waliyullah itu diliput ilmu dan makrifat-makrifat, sedangkan wilayah hakekat senantiasa disaksikan oleh mata hatinya, sehingga ketika ia memberikan nasehat seakan-akan apa yang dikatakan seperti identik dengan idzin Allah. Dan harus dipahami, bagi siapa yang diidzinkan Allah untuk meraih ibarat yang diucapkan, pasti akan memberikan kebaikan kepada semua makhluk, sementara isyarat-isyaratnya menjadi riasan indah bagi jiwa-jiwa makhluk itu.”
Dasar utama perkara wali itu, kata Abul Abbas, “Adalah merasa cukup bersama Allah, menerima ilmu-Nya dan mendapatkan pertolongan melalui musyahadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman: “Barang siapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang mencukupinya.” (QS. ath Thalaq : 3). “Bukankah Allah telah mencukupi hambanya?” (az Zumar : 36). “Bukankah ia tahu, bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Tahu?” (QS. al Alaq : 14). “Apakah kamu tidak cukup dengan Tuhanmu, bahwa sesungguhnya Dia itu menyaksikan segala sesuatu ? (QS. Fushshilat : 53)”
Wali-wali itu merupakan orang-orang yang akan meneruskan hidup suci dari Nabi, orang-orang yang mujahadah, orang-orang yang menjaga waktu ibadat, yang rebut-merebut mengerjakan taat, yang tidak ingin lagi merasakan kelezatan lahir, kenikmatan panca indera, mengikuti jejak Nabi, mencontoh perbuatan Muhajirin dan Anshar, lari ke gunung dan gua untuk beribadat, melatih hati dan matanya untuk melihat Tuhan, merekalah yang berhak dinamakan Atqiya’, Akhfiya’, Ghuraba’, Nujaba’, dan lain-lain nama-nama sanjungan yang indah yang dipersembahkan kepada mereka.
Nabi berpesan, bahwa Tuhan mencintai Atqiya’ dan Akhfiya’, Tuhan mencintai Ghuraba’, yaitu mereka yang ke sana-ke mari menyelamatkan agamanya, yang nanti akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama-sama Isa bin Maryam, Tuhan mencintai hamba-Nya yang membersihkan dirinya, yang melepaskan dirinya daripada kesibukan anak bini, cerita-cerita yang indah yang pernah disampaikan oleh Abu Waqqash, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Mas’ud, Abu Umamah dan lain-lain yang menjadi pembicaraan dalam kitab “Hilliyatul Auliya”, sebagai kitab besar yang menyimpan keindahan dan kemegahan wali-wali itu.
Diceritakan lebih lanjut dalam kitab-kitab sufi, bahwa wali-wali itu merupakan qutub-qutub atau khalifah-khalifah Nabi yang tidak ada putus-putusnya terdapat di atas permukaan bumi ini. Mereka meningkat kepada kedudukannya yang mulia itu sesudah mengetahui hakekat syari’at, sesudah memahami rahasia kodrat Tuhan, sesudah tidak makan melainkan apa yang diusahakan dengan tenaganya sendiri, sesudah tumbuh dan jiwanya suci, tidak memerlukan lagi hidup duniawi, tetapi semata-mata menunjukkan perjalanannya menemui wajah Tuhan.
Di antara para wali terdapat wali-wali Allah yang pangkatnya sangat digandrungi oleh para Nabi dan para Syuhada’ pada hari kiamat seperti hadits Rasulullah Saw :
Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Kemudian Rasul membacakan firman Allah Swt:
Ingatlah, sesungguhnya para wali Allah tiada ketakutan pada diri mereka dan tiada pula mereka berduka cita. (QS. Yunus : 62).
Pernah Rasulullah Saw ditanya tentang siapa para wali Allah itu? Beliau menjawab: “Mereka itulah pribadi-pribadi yang apabila dilihat orang, niscaya Allah Swt disebut bersama (nama)-Nya.” Mereka terbebas (terselamatkan) dari fitnah dan cobaan dan terhindar dari malapetaka. Nabi bersabda :
اِنَّ ِللهِ ضَنَائِنَ مِنْ عِبَادِهِ يُعْذِيْهِمْ فِى رَحْمَتِهِ وَيُحْيِيْهِمْ فِى عَافِيَتِهِ اِذَا تَوَافَّاهُمْ تَوَافاَّهُمْ اِلَى جَنَّتِهِ اُولَئِكَ الَّذِيْنَ تَمُرُّ عَلَيْهِمُ الْفِتَنُ كَقَطْعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ وَهُوَ مِنْهَا فِى عَافِيَةٍ
Sesungguhnya bagi Allah ada orang-orang yang baik (yang tidak pernah menonjolkan diri di antara para hamba-Nya yang dipelihara dalam kasih sayang dan dihidupkan di dalam afiat (sehat yang sempurna). Apabila mereka diwafatkan, niscaya dimasukkan kedalam surganya. Mereka terkena fitnah atau ujian, sehingga mereka seperti berjalan di sebagian malam yang gelap, sedang mereka selamat daripadanya.
Jadi, seorang Wali akan mengalami hinaan dan makian sebagaimana yang dialami oleh Para Nabi dan itu tidak akan menyurutkan langkah mereka untuk berdakwah membesarkan Nama Tuhan. Saya jadi ingat ucapan Guru dari Guru saya kepada Beliau ketika Beliau masih berguru. “Nanti suatu saat nanti sejuta orang mengatakan kau masuk neraka tidak usah kau takut, kecuali yang SATU itu”
“Cintailah yang di bumi maka yang di langit akan mencintaimu” Semoga Allah SWT berkenan mempertemukan kita dengan Kekasih-Nya di muka bumi agar kita bisa mencintai kekasih-Nya dengan demikian maka Allah SWT pasti mencintai kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Sumber:http://sufimuda.wordpress.com/2010/04/26/siapakah-wali-allah-itu/

Jumat, 14 Oktober 2011

Syekh Yasin Al-Fadani Ulama Mekkah Keturunan Indonesia
Ulama Mekkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang Sumatra Barat, adalah sosok ulama Indonesia yang namanya Terukir dengan Tinta Emas karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Beliau bergelar “Almusnid Dunya”
(ulama ahli sanad dunia), keahlian dalam hal ilmu periwayatan hadist ini, maka banyak para ulama-ulama dunia berbondong-bondong untuk mendapat Ijazah Sanad hadist dari beliau. Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf salah seorang ulama dan waliyulloh dari Tarim Hadromaut sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin Al-Padani hingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyu Zamanihi"(imam Al Hafid Assayuthy pada zamannya)
Nama lengkapnya Abu Al-Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin bin Isa Al-Padani, lahir di Mekkah tahun 1916. Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukan kecerdasan yang luar biasa, Bahkan menginjak usia remaja Syekh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadist, fiqih bahkan para gurunya pun sangat mengaguminya. Syekh Yasin mulai belajar dengan ayahnya Syekh Muhammad Isa, dilanjutkan ke Ash-Shautiyyah guru-gurunya antara lain Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib Muhsin bin Ali Al-Musawa.
Sekitar tahun 1934 terjadi konflik yang menyangkut nasionalisme, direktur Ash-Shautiyyah telah menyinggung beberapa pelajar asal Asia Tenggara terutama dari Indonesia, maka Syekh Yasin mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah, banyak dari pelajar Ash-Shautiyyah yang berbondong-bondong pindah ke Madrasah Darul Ulum, padahal madrasah tersebut belum lama didirikan. Syekh yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah, disamping itu Syekh Yasin mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil haram . Materi materi yang disampaikan Oleh Syekh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara. Syekh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering minta Ijazah dari para ulama-ulama terkemuka sehingga Beliau memilki sanad yang luar biasa banyaknya.
Dan yang sangat menarik adalah sosok Syekh Yasin Al-Padani adalah kesederhanaannya, walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul, dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah ( rokok arab). tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syekh Yasin. Dan jika musim haji tiba Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar untuk berkunjung kerumahnya untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta Ijazah Sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun biarpun lewat dari musim haji rumah Syekh Yasin pun selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syekh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber referensi. Diantaranya:
• Pertama, Fathul ‘allam Syarah dari kitab Hadist Bulughul Maram
• Kedua, Ad Durr Al-Madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud 20 jilid
• Ketiga, Nail Al-Ma’mul Hasyiah ‘Ala Lubb Al-Ushul Fiqh
• Keempat, Al Fawaid Al-Janiyah ‘Ala Qawaidhul fiqihiyyah, dan masih banyak karya beliau lainnya.
Beliau banyak dipuji oleh para Ulama dan para gurunya, seperti seorang ulama Hadist bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumari menjuluki Syekh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haromain ( Mekkah dan Madinah).
Prof.Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al -mam Baijuri A’la Jawahir al Tauhid yang di tahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat Ijazah sanad dari Syekh Yasin Al Fadani.
Syekh M Zainuddin sewaktu mengajar di madrasah Ash-Shaulatiyyah mengalami kesulitan dan memaksa dirinya membolak balik berbagai kitab-kitab yang relevan, namun setelah terbitnya Kitab Qowaidhul Fiqih karya Syekh Yasin Al-Fadani menjadi ringanlah segala bentuk kesulitan-kesulitan yang biasa ia alami waktu mengajar.
Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan-kunjungan keberbagai negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya, tak sedikit dari para ulama-ulama yang bertemu Syekh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadist. Dan kejadian yang menarik adalah sewaktu Syekh Yasin berkunjung keIndonesia banyak dari para ulama dari berbagai daerah di Indonesai berbondong-bondong menemui Syekh Yasin untuk dianggap murid salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH. Syafii datang menemui Syekh Yasin Al-Fadani untuk diangkat sebagai murid namun Syekh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain. Namun Syekh Yasin Menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi Murid KH Syafi”i Hadzami. Syekh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang dimiliki KH Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH Syafi’i Hadzami begitu terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesai yang memiliki keluasan ilmu.
Begitulah sosok Syekh Yasin Al-Padani yang sangat menghargai para ahli ilmu. Dan pernah salah seorang murid Syekh Yasin Al-Fadani, KH Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar beliau mendapat sepucuk surat dari Syekh Yasin Al-Fadani, begitu membuka isi surat tersebut ternyata adalah jawaban dari kesulitan yang dihadapinya. KH Abdul hamid pun heran bagaimana Syekh Yasin bisa tahu kesulitan yang sedang beliau hadapi?
Pernah juga salah seorang Murid Syekh Yasin di mekkah menceritakan bahwa dirinya diperintahkan Syekh Yasin untuk dibuatkan teh, setelah teh tersebut diminum dirinya pergi ke Masjidil Haram dan terasa tidak percaya bahwa dirinya melihat Syekh Yasin sedang membawa kitab sehabis mengajar dari masjidil haram padahal baru tadi Syekh Yasin minum teh dirumahnya.
Syekh Yasin Al-Fadani tampil sebagai sosok ulama yang mampu mencetak murid-murid yang sangat mencintai ilmu diantara murid Beliau adalah Syekh Muhammad Ismail Zaini Al-Yamani, Syekh Muhammad Muhktaruddin, Habib Hamid Al-Kaff, KH. Ahmad Damhuri ( Banten), KH Abdul Hamid ( Jakarta),KH Maimun Zubair(Rembang),KH Sahal Mahfudz (Pati jateng), KH Ahmad Muhajirin ( Bekasi), KH Zayadi Muhajir, Kh Syafi’i Hadzami, dan di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Prof Dr.Syekh . Ali Asshabuni (ulama ahli tafsir, Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Prof.DR. Ali Jum’ah (Mufti Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
masih banyak murid beliau yang tersebar di pelosok penjuru dunia yang meneruskan perjuangan Syekh Yasin Al-Fadani. Bangsa Indonesia pun boleh berbangga bahwa bangsa kita memilki Ulama-ulama yang sangat terkenal dan diakui ketinggian ilmunya di Mekkah maupun di dunia Sebut saja Syekh Muhammad Nawawi Al Bantani,Syekh Mahfudz Termas,Syekh Baqir bin Nur Al Jogjawi, Syekh Yasin Al-Fadani ( Padang), Syekh Ahmad Khatib Sambas ( Kalimantan), Syekh Muhammad Zainuddin Al-Fanshuri ( Lombok) dan lain-lain.
Tahun 1990 Syekh Yasin Al-Fadani dipanggil menghadap Allah SWT, seluruh dunia merasa kehilangan sosok ulama hadist yang mumpuni dan menjadi sumber rujukan ilmu. Dan kebesaran Allah ditampakan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan ulama besar tersebut. Begitu Jenazah dimasukkan ke liang lahat bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan semerbak wewangian yang harum dan menyegarkan. Subhanalloh Ya Allah jadikan para ulama-ulama Indonesia saat ini menjadi ulama-ulama yang istiqomah, yang berjuang mensyiarkan agama Allah dengan penuh keikhlasan seperti ulama-ulama terdahulu yang telah Engkau Rahmati Amiiiiin.

Mengenang Syekh Yasin al-Fadani
Syekh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadani lahir di kota Mekah pada tahun 1915 dan wafat pada tahun 1990. beliau adalah ulama besar yang pernah sekolah di Madrasah Shaulatiyyah. Beliau adalah pencetus ide berdirinya Madrasah Darul-Ulũm sekaligus menjadi murid pertama madrasah itu.
Konon sebab tercetusnya ide membangun Madrasah tersebut disebabkan karena tindakan dan perlakuan direktur Madrasah Shaulatiyyah yang sangat menyinggung (hususnya) pelajar yang kebanyakan dari Asia Tenggara saat itu. Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari Shaulatiyyah ke Madrasah Darul-Ulum yang baru didirikan. Ini hampir tidak pernah dialami oleh Madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid yang begitu banyak sebagaimana Darul-Ulũm.
Dalam sebuah situs(1) dinyatakan bahwa pada tahun 1934, karena suatu konflik yang menyangkut kebanggaan nasional orang Indonesia, guru dan murid ‘Jawah’ telah keluar dari Shaulatiyah dan mendirikan madrasah Darul Ulum di Makkah.
Mengenai kesehari-harian beliau, dari cerita yang saya dengar dari ayah saya, yaitu Ustaz Sukarnawadi H. Husnuddu’at: “Syekh Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk Nyisyah (menghisap rokok arab)… tak seorangpun yang berani mencela beliau karena kekayaan ilmu yang beliau miliki… Yang ingkar kepada beliau hanyalah orang-orang yang lebih mengutamakan tampang dhahir daripada yang bathin…

PUJIAN PARA ULAMA
Syekh Zakaria Abdullah Bila teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yaitu Syekh M. Zainuddin pernah berkata, “waktu saya mengajar Qawa’idul-Fiqhi di Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang memaksa saya membolak balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab Al-Fawa’idul-Janiah karangan Syekh Yasin… menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam mengajar.
Seorang ahli Hadits dari Maroko yang terkenal bernama AsSayyid Abdul Aziz Al-ghumari Al Hasani pernah memuji dan menjuluki beliau sebagai kebanggaan Ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.
Prof .Doctor Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab: الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة berkata: Syekh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul-Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu Ulama Masjid Al-Haram…
Syekh Umar Abdul-Jabbar berkata didalam surat kabar Al-Bilad (jumat 24 Dzulqaidah 1379H/ 1960M): “…bahkan yang terbesar dari amal bakti Syekh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan…
Assayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman saat itu, mengarang sebuah syiir yang panjang husus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani Berikut saya nukilkan satu bait saja yang berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحيد
“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya”
Doctor Yusuf Abdurrazzaq sebagai dosen kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar cairo juga memuji beliau dengan perkataan dan syiir yang panjang, saya nukilkan satu bait saja yang bunyinya:
أنت فينا بقية من كرام……لا ترى العين مثلهم إنسانا
“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Ustaz Fadhal bin M. bin Iwadh Attarimi-pun berkata:
فيا طالب العلم لب نداء……ياسين وافرح بهذا القرى
“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin, bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan,”
Doctor Ali Jum’ah yang menjabat sebagai Mufti Mesir dalam kitab Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri Ala Jauharatittauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku pernah menerima Ijazah Sanad Hadits Hasyiah tersebut dari Syekh Yasin yang digelarinya sebagai مسند الدنيا Musnid Addunia…
Al-Habib Assayyid Seggaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai berikut:

لله درك يا ياسين من رجل……أم القرى أنت قاضيها ومفتيها
في كل فن وموضوع لقد كتبا ……يداك ما أثلج الألباب يحديها
“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh,
dari Ummul Qura engkau Qhadi dan Muftinya.”
“Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu,
Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”

Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki sebagai guru Madrasah Al-Falah dan Masjid Al-Haram, Syekh M. Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Bilfaqih Siun Hadramaut dan Ulama lainnya, pernah memuji karangan-karangan beliau…
Doctor Yahya Al-Gautsani bercerita, pernah ia menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (Pusat Paham Wahabi) yaitu Jasim bin Sulaiman Addausari pada tahun 1406H pernah berkata:
أبلغوا مني سلاما من صبا نجد……ذكيالأبي الفيض فداني
مسند الوقت بعيد عن نزول……هابط أما لما يعلو فداني
فدى أسر الروايات فلوتنطق……لقالت: علم الدين فداني

KARYA TULIS & MURID-MURID BELIAU
Jumlah karya beliau mencapai lebih dari 97 Kitab, di antaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang Ilmu-ilmu yang lain…
Di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Syekh M. Ali Asshabuni (Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Doctor Ali Jum’ah (Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
Dan di antara murid-murid beliau yang di samping mengambil Sanad Hadits, mendapatkan Ijazah ‘Ammah dan Khasshah, juga diberi izin untuk mengajar di Madrasah Darul-Ulum adalah: H. Sayyid Hamid Al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H.Ahmad Damanhuri, H.M.Yusuf Hasyim, H.M. Abrar Dahlan, Dr. Sayyid Aqil Husain Al Munawwar dll.

KEKERAMATAN BELIAU
Seseorang bernama Zakariyya Thalib asal Syiria pernah mendatangi rumah Syekh Yasin Pada hari jumat. Ketika Azan jumat dikumandangkan, Syekh Yasin masih saja di rumah, ahirnya Zakariyya keluar dan solat di masjid terdekat. Seusai solat jum’at, ia menemui seorang kawan, Zakariya pun bercerita pada temannya bahwa Syekh Yasin ra. tidak solat Jum’at. Namun dibantah oleh temannya karena kata temannya, “kami sama-sama Syekh solat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syekh Hasan Massyat ra. yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau”…
H.M.Abrar Dahlan bercerita, suatu hari Syekh Yasin pernah menyuruh saya membikin Syai (teh) dan Syesah (yang biasa diisap dengan tembakaudari buah-buahan/rokok teradisi bangsa arab). Setalah saya bikinkan dan syekh mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil-Haram. Ketika kembali, saya melihat Syekh Yasin baru pulang mengajar dari Masjid Al-Haram dengan membawa beberapa kitab… saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.
Dikisahkan ketika K.H.Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, beliau menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya… malam hari itu juga, beliau menerima sepucuk surat dari Syekh Yasin, ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Iapun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu…? Sedangkan K.H.Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini..!
Syekh.Mukhtaruddin asal Palembang bercerita, pernah ketika pak Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syekh Yasin. Ahirnya pak Soehartopun sembuh berkat do’a beliau. .
Semoga Allah swt. merahmati beliau, amin ya Rabbal-Alamin….Al Fatihah….
dari berbagai sumber....
sumber: http://buntetpesantren.org/