Perjalanan bersama Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah Menyambut Pecinta Kesucian jiwa mengarungi Lautan Tanpa Tepi Mencari Barokah dan Menabur Barokah untuk Sesama.

Rabu, 29 Juni 2011

AJARAN KELIMA
Apabila kamu melihat dunia dikuasai oleh ahli-ahli dunia dengan perhiasan dan kekosongannya, dengan penipuan dan perangkapnya dan dengan racunnya yang membunuh yang diluarnya nampak lembut tetapi di dalamnya sangat membahayakan, cepat merusak dan membunuh siapa saja yang memegangnya, yang menipu mereka dan yang menyebabkan mereka lengah terhadap dosa dan maksiat; apabila kamu lihat semua itu, maka hendaklah kamu bersikap sebagai seorang yang melihat seseorang yang sedang buang air besar yang membuka auratnya dan mengeluarkan bau busuk. Dalam keadaan seperti itu, hendaklah kamu memalingkan padanganmu dari ketelanjangannya dan menutup hidungmu supaya tidak mencium baunya yang busuk. Demikian pulalah hendaknya kamu bersikap kepada dunia. Apabila kamu melihatnya, maka hendaklah kamu memalingkan pandanganmu dari pakaiannya dan tutuplah hidungmu supaya tidak mencium bau busuk gemerlapannya yang tidak kekal. Semoga dengan demikian kamu dapat selamat dari bahaya dan cobaannya. Apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, pasti akan kamu rasakan. Allah telah berfirman kepada Nabi Muhammad SAW :
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan- golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah yang lebih baik dan lebih kekal.” (QS 20:131)
Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib

Jumat, 17 Juni 2011

SYEIKH ABDUL MUNAF BAKRIN
Penyebar Thariqoh Naqsyabandiyah di Bumi Paderi

Sumatera Barat Ranah Minang yang terkenal dengan Adat bersandi Syarak, Syarak bersandi Kitabullah yang dipimpin oleh Tigo Tungku Sajarangan, Ulama, Penghulu dan Cadik Pandai. Para ulama di ranah Minang, sebagai panutan umat biasanya mempunyai keahlian dalam ilmu Syariat, ilmu Thariqat dan seringkali pula melengkapi diri dengan ilmu Pencak Silat. Kisah yang akan kita ikuti kali ini adalah salah satu contoh peran ulama di ranah Minang, dalam membina umat di tengah berbagai goncangan zaman.

Di daerah Pesisir Selatan yang dulu dikenal Banda Sapuluh kemudian Pesisir Selatan dan Kerinci, bermukim seorang ulama panutan umat yang dikenal seluruh lapisan masyarakat yakni Syeikh Abdul Munaf Bakrin yang terkenal dengan panggilan Tuanku lebih populer lagi dengan Buya Lubuk, yang mulanya mengajar ilmu syariat berbentuk halaqah di surau.

Syeikh Abdul Munaf Bakrin gelar Tuanku Mudo-Malin Sutan, terlahir di Taeh Koto Pulai, Barung-Barung Belantai Koto XI Tarusan ± 44 km dari Padang pada bulan Agustus 1901 M. dan wafat pada 31 Maret 1984 M.

Syeikh Abdul Munaf Bakrin adalah anak dari pasangan H. Abu Bakar dan ibu Siti Subuh Chaniago. Siti Subuh adalah seorang ibu yang taat dan lemah lembut serta pandai pencak silat.

Sejak Kecil Munaf Bakrin diasuh oleh kedua orang tuanya, kemudian belajar Sekolah Desa 3 tahun. Untuk menguasai ilmu-ilmu agama, Munaf belajar Al-Qur’an di Taram, kec. Harau 50 Kota. Kemudian berpindah-pindah guru agama. Di antaranya adalah Buya Taram, Buya Ibrahim, Tiakar Payakumbuh, Buya Ruslan di Limbukan, Buya Sulaiman ar-Rasuli (Buya Candung) Bukittinggi, Buya Jamil Jaho (Buya Jaho) Padang Panjang, dan belajar thariqat Naqsyabandiyah dengan Buya Syeikh M. Thaib Pasar Baru Pauh Padang hingga berhasil mendapat Ijazah Khalifah.

Setelah ilmunya cukup, Munaf Bakrin kemudian mengajar mengaji dan berdakwah dari surau ke surau dan nagari di daerah Banda Sapuluh. Munaf Bakrin mengembangkan ajaran Thariqat Naqsyabandiyah dan ajaran Sunniah Syafi’iyah. Munaf Bakrin kemudian diangkat sebagai Tuanku Muda oleh Syeikh Maulana HM. Thaib, Angku Surau Baru sekaligus khalifah Mursyid Thariqat Naqsyabandi 1932 daerah Banda Sapuluh di Surau Lubuk Panjang Barung-Barung Belantai Koto XI Tarusan.

Dari pengalaman berdakwah inilah, Munaf Bakrin tumbuh menjadi seorang ulama yang telah aktif memimpin masyarakat, termasuk dalam perjuangan politik. Seperti terlibat dalam pemberontakan melawan Belanda tahun 1926. Saat itu, Munaf Bakrin bahkan sempat ditangkap Belanda dan ditahan di Tangsi Muaro. Namun kemudian lepas dari tahanan dan merantau lagi untuk menambah ilmu dan pengalaman ke kepulauan Malaya dan Singapura.

Pada zaman Jepang, jiwa patriotisme Munaf Bakrin tampil kembali. Karena di segani oleh Jepang banyak pemuda-pemuda yang dibuang ke Digul dapat diselamatkan dengan menjadikan mereka pelajar di Surau Lubuk dan Jepang dapat membenarkannya.

Pada masa Revolusi Kemerdekaan mendirikan Lasymi (Lasykar Muslim Indonesia) di Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK) langsung Komandan Intendannya.

Masa Kemerdekaan
Sebagai ulama Syafi’iyah-Sunniyah, Munaf Bakrin bersama ulama dan tokoh-tokoh masyarakat yang sepaham mendirikan cabang Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang didirikan oleh Buya Candung di kabupaten PSK. Pada waktu Perti berobah menjadi Partai Islam Perti, maka kabupaten PSK langsung menyesuaikan diri dan berdirilah Partai Islam Perti dengan Munaf Bakrin Buya langsung sebagai Ketua Dewan Thariqatnya.

Pada tahun 1950 Munaf Bakrin diangkat sebagal Hakim pada Makmar Syariah Painan. Dalam masa PRRI tetap setia pada Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjabat jabatan sebagai Penasihat Bupati Pesisir Selatan.

Tahun 1960-1970 Munaf Bakrin dipercayakan memegang jabatan Ketua Pimpinan Cabang Perti sekaligus Pimpinan PPTI kabupaten Pesisir Selatan. Setelah Dekrit Buya Candung, Perti menjadi Persatuan Tarbiyah lslamiyah, tahun 1969 langsung menjadi Ketua DPD Persatuan Tarbiyah Islamiyah kabupaten Pesisir Selatan. Tahun 1977-1982 menjadi angggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan dari Golkar.

Mengembangkan Thariqot Naqsyabandiyah
Setelah diangkat dan diresmikan sebagai Khalifah Mursyid oleh Buya Syeikh M. Thaib-Angku Pasar Biduk di Surau Lubuk Panjang, mengajarkan Thariqat Naqsyabandi dengan mendirikan Suluk, sekaligus menghadapi tantangan penganut Khurafah Tahyul dan ilmu Sihir serta rasa disaingi dari pengamal Thariqat yang telah lebih dulu berkembang.

Selanjutnya berdatanglah murid-murid yang ingin belajar Thariqat Naqsyabandiyah dan melaksanakan suluk dari daerah-daerah Banda Sapuluh, kota Padang. Munaf Bakrin kemudian mengembangkan pengajian Thariqat Naqsyabandi ke Siguntur Muda. Pengajian Munaf bakrin kemudian menjalar hingga ke Lubuk Niur, Indrapura, Lubuk Pinang Muko-Muko Kabupaten Bengkulu Utara, Teluk Kabung, Batu Sangkar dan Padang.

Untuk menyebarkan ilmunya, Syeikh Abdul Munaf Bakrin mengangkat para khalifah di daerahnya masing-masing dan mendirikan surau tempat wirid Tawajuh. Syeikh Abdul Munaf Bakrin mendatangi dan membimbing mereka secara bergilir di tempat-tempat didirikan Halqah Khatwat (Suluk). kegiatan ini dilaksanakan sepanjang hidup.

Syeikh Abdul Munaf Bakrin sangat berjasa dalam penyatuan pengajian Syariat dengan Thariqat. Syeikh Abdul Munaf Bakrin mengantar kader-kader ke sekolah agama (Madrasah Tarbiyah) di daerah Payakumbuh dan Bukitinggi. Namun Syeikh Abdul Munaf Bakrin juga mendirikan Madrasah/Pesantren dengan mewakafkan tanah pusaka tinggi untuk perumahan pesantren di Taeh.

Syeikh Abdul Munaf Bakrin mendukung secara utuh dan sungguh-sungguh pendidikan Al-Qur’an yang mewajibkan pelajaran terjemah Al-Qur’an yang dipimpin Ibnu Abbas (anak) dengan pendidikan Nurul Yaqien. Syeikh Abdul Munaf Bakrin menjadikan Nurul Yaqien sebagai nama bagi seluruh surau dan mesjid dibawah naungannya, baik yang berada di Pesisir Selatan maupun yang berada di luar Pesisir Selatan dengan harapan agar pendidikan Al-Qur’an dan terjemahannya diajarkan oleh para khalifah untuk para jamaah di daerah masing-masing.

Syeikh Abdul Munaf Bakrin juga menugaskan kepada para khalifah, jamaah dan ahli waris untuk memperbaiki dan membangun baru Surau Lubuk yang telah dimakan usia. Serta mengamanatkan kepada seluruh khalifah dan jamaah untuk selalu bekerjasama dengan pemerintah di semua tingkat dan tokoh agama, tokoh adat serta tokoh masyarakat selama tidak menghalangi pelaksanaan ajaran Thariqat Naqsyabandiyah dan ikut berperan serta dalam pembangunan dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dengan lembut, santun tapi tegas.

Suasana Menjelang dan Saat Wafat
Sekitar tiga puluh hari mendekati hari wafat, Buya tidak mau makan dan minum dan tak boleh dibangunkan karena sedang sakit dan zikir. Hanya bangun di awal setiap waktu shalat untuk bersuci dan berwudhu, langsung shalat dalam berbaring menghadap kiblat.

Saat menjelang wafat selalu terdengar ucapan Allah, Allah, akhirnya Buya berangkat Kehadirat Allah dengan ucapan la ilaha illallah dengan wajah yang tenang berseri. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

(oleh Syaifullah Amin. Disarikan dari Buku Syeikh Abdul Munaf Bakrin : Ulama Panutan dan Pejuang, karya Syeikh H Ibnu Abbas Munaf, SH)
Sumber: /www.nu.or.id

Selasa, 14 Juni 2011

AJARAN KEEMPAT
Apabila kamu ‘mati’ dari mahluk, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu badanniyah. Apabila kamu telah ‘mati’ dari nafsu badanniyah, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari kehendak-kehendak dan nafsu. Dan apabila kamu telah ‘mati’ dari kehendak dan nafsu, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan menghidupkan kamu di dalam suatu ‘kehidupan’ yang baru.
Setelah itu, kamu akan diberi ‘hidup’ yang tidak ada ‘mati’ lagi. Kamu akan dikayakan dan tidak akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati dan tidak akan dimurkai. Kamu akan diberi ilmu, sehingga kamu tidak akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberi kesentausaan dan kamu tidak akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak akan pernah mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pernah buruk. Kamu akan dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan tidak akan dijauhi oleh-Nya. Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak akan pernah rendah lagi. Kamu akan dibersihkan, sehingga kamu tidak lagi merasa kotor. Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan memiliki kepribadian yang mandiri. Dengan demikian, kamu boleh dikatakan sebagai manusia super atau orang yang luar biasa.
Jadilah kamu ahli waris para Rasul, para Nabi dan orang-orang yang shiddiq. Dengan demikian, kamu akan menjadi titik akhir bagi segala kewalian, dan wali-wali yang masih hidup akan datang menemui kamu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan, dan melalui shalatmu, tanaman-tanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan, dan malapetaka yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan lapisan dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota dan rakyat.
Orang-orang akan berdatangan menemui kamu dari tempat-tempat yang dekat dan jauh dengan membawa hadiah dan oleh-oleh dan memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu. Semua ini hanyalah karena idzin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua. Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak ada dua orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka yang baik-baik, yang tinggal di tempat-tempat ramai dan mereka yang mengembara, inilah karunia Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang tiada batas
Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib

Jumat, 03 Juni 2011

AJARAN KETIGA
Manakala seorang hamba Allah diuji oleh Allah, maka mula-mula ia akan melepaskan dirinya dari ujian atau cobaan yang menyusahkannya itu. Jika tidak berhasil, maka ia akan meminta pertolongan kepada orang-orang lain seperti para raja, para penguasa, orang-orang dunia atau para hartawan. Jika ia sakit, maka ia akan meminta pertolongan kepada dokter atau dukun. Jika hal inipun tidak berhasil, maka ia kembali menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT untuk memohon dan meratap kepada-Nya. Selagi ia masih bisa menolong dirinya sendiri, ia tidak akan meminta pertolongan kepada orang lain. Dan selagi pertolongan orang lain masih ia dapatkan, maka ia tidak akan meminta pertolongan kepada Allah.
Jika ia tidak mendapatkan pertolongan Allah, maka ia akan terus meratap, shalat, berdoa dan menyerahkan dirinya dengan sepenuh harapan dan kecemasan terhadap Allah Ta’ala, Sekali-kali Allah tidak akan menerima ratapannya, sebelum dia memutuskan diri dari keduniaan. Setelah ia terlepas dari hal-hal keduniaan, maka akan tampaklah ketentuan dan keputusan Allah pada orang itu dan lepaslah ia dari hal-hal keduniaan, selanjutnya hanya ruh sajalah yang tinggal padanya.
Dalam peringkat ini, yang tampak olehnya hanyalah kerja atau perbuatan Allah dan tertanamlah di dalam hatinya kepercayaan yang sesungguhnya tentang Tauhid (ke-Esa-an Allah). Pada hakekatnya, tidak ada pelaku atau penggerak atau yang mendiamkan, kecuali Allah saja. Tidak ada kebaikan dan tidak ada keburukan, tidak ada kerugian dan tidak ada keuntungan, tidak ada faidah dan tidak pula ada anugerah, tidak terbuka dan tidak pula tertutup, tidak mati dan tidak hidup, tidak kaya dan tidak pula papa, melainkan semuanya di tangan Allah.
Hamba Allah itu tidak ubahnya seperti bayi yang berada di pangkuan ibunya, atau seperti orang mati yang sedang dimandikan, atau seperti bola di kaki pemain bola; melambung, bergulir ke atas, ke tepi dan ke tengah, senantiasa berubah tempat dan kedudukannya. Ia tidak mempunyai daya dan upaya. Maka hilanglah ia keluar dari dirinya dan masuk ke dalam perbuatan Allah semata-mata.
Hamba Allah semacam ini, hanya melihat Allah dan perbuatan-Nya. Yang didengar dan diketahuinya hanyalah Allah. Jika ia melihat sesuatu, maka yang dilihatnya itu adalah perbuatan Allah. Jika ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka yang didengar dan diketahuinya itu hanyalah firman Allah. Dan jika ia mengetahui sesuatu, maka ia mengetahuinya itu melalui pengetahuan Allah. Ia akan diberi anugerah Allah. Beruntunglah ia karena dekat dengan Allah. Ia akan dihiasi dan dimuliakan. Ridhalah ia kepada Allah.
Bertambah dekatlah ia kepada Tuhannya. Bertambah cintalah ia kepada Allah. Bertambah khusyu’lah ia mengingat Allah. Bersemayamlah ia ‘di dalam Allah’. Allah akan memimpinnya dan menghiasinya dengan kekayaan cahaya ilmu Allah. Maka terbukalah tabir yang menghalanginya dari rahasia-rahasia Allah Yang Maha Agung. Ia hanya mendengar dan mengingat Allah Yang Maha Tinggi. Maka ia senantiasa bersyukur dan shalat di hadapan Allah SWT.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/28543643/futuhul-ghaib